Wednesday, February 6, 2019

Laporan Perancangan Jembatan Baja Lengkap


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Jembatan merupakan suatu konstruksi yang berfungsi sebagai penghubung jalan yang di halangi oleh rintangan, seperti sungai, rawa-rawa atau jurang. Dengan dibangunnya jembatan akan memperlancar arus lalu lintas atau transportasi. Dewasa ini pemerintah terus meningkatkan prasarana dan sarana transportasi dalam rangka pemerataan pembangunan dan salah satu upaya tersebut adalah pembangunan jembatan. Pada umumnya jembatan terbuat dari beberapa macam bahan, diantaranya : jembatan rangka kayu, jembatan dari beton, serta jembatan rangka baja.
Perencanaan jembatan rangka baja meliputi perencanaan sandaran, gelagar utama, gelagar melintang, perletakan trotoar, pedimensian dan profil yang digunakan, ikatan angin, plat buhul, serta lendutan yang terjadi. Konstruksi jembatan yang direncanakan termasuk dalam kelas A mempunyai panjang bentang 32 meter, lebar 7 + (2 x 1) meter, tinggi 6 meter, dan tebal aspal 5 cm.

1.2         Permasalahan
Permasalahan yang akan diselesaikan pada penulisan rancangan struktur baja ini yaitu mengenai perencanaan rangka baja berdasarkan metode LRFD (Load and Resistance Factor Design). Analisa beban yang bekerja adalah merupakan bagian pertama dalam perencanaan rangka baja dari sebuah konstruksi, apabila sistem dan distribusi beban telah dianalisa memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam perencanaan, maka konstruksi yang direncanakan ini aman terhadap kegagalan pada saat melayani beban kerja. Jenis-jenis beban yang bekerja pada konstruksi jembatan terdiri dari beban primer, beban sekunder, dan beban khusus.



1.3         Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk merencanakan konstruksi jembatan tersebut dengan menggunakan profil yang aman digunakan. Tanpa membandingkan dengan konstruksi yang telah ada, dan dapat mengambil kesimpulan-kesimpulan dari konstruksi yang direncanakan. Selain itu penulis mencoba menerapkan semua disiplin ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti kuliah untuk perencanaan dilapangan.

1.4         Metode Pengumpulan Data
Data perencanaan telah ditentukan oleh dosen pembimbing, adapun data yang diberikan adalah gambar jembatan rangka baja type D dengan panjang  bentang 32 meter, lebar 7 + (2 x 0,5) meter, tinggi 6 meter, dan mutu baja profil (fy) = 250 Mpa, fu = 370 MPa, mutu baja tulangan plat (fy) = 320 MPa.

1.5         Analisa Teknik
Metode analisa struktur yang digunakan dalam perencanaan jembatan rangka baja berdasarkan dengan rumus umum yang berlaku untuk konstruksi jembatan rangka baja. Perhitungan gaya batang akibat beban tetap digunakan metode Cremona dan untuk beban bergerak digunakan garis pengaruh. Dalam perencanaan pembebanan digunakan Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR SKBI – 1.3.28.1987), serta menggunakan metode  LRFD (Load and Resistance Factor Design)
Untuk alat sambung gelagar jembatan direncanakan dari baut mutu tinggi yaitu M-24, dengan tegangan yang diizinkan 3600 kg/cm2. Pelat untuk sambungan direncanakan dari baja mutu St.52 dengan tegangan leleh (fy) 3600 kg/cm2.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

            Jembatan adalah suatu konstruksi yang berguna untuk menghubungkan jalan yang terhalang oleh suatu rintangan baik berupa sungai, rawa-rawa dan jurang.
Perhitungan konstruksi jembatan harus didukung oleh teori-teori, rumus-rumus dan peraturan-peraturan dalam perencanaan. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai peraturan-peraturan standard jembatan di Indonesia dan rumus-rumus untuk perencanaan jembatan rangka baja.
2.1       Standard  Jembatan
            Merencanakan suatu jembatan, baik ditinjau dari volume lalu lintas maupun berat lalu lintas yang melewati jembatan tersebut, maka pihak Direktorat Jenderal Bina Marga menggolongkan jembatan atas tiga kelas, yaitu :
1.      Jembatan kelas A, lebar lantai jembatan 7,00 meter dan 2 x 1,00 meter sebagai trotoir dengan beban 100 % dari loading Sistem Bina Marga.
2.      Jembatan kelas B, lebar jembatan 6,00 meter dan 2 x 0,50 meter sebagai trotoir dengan beban 70 % dari loading Sistem Bina Marga.
3.      Jembatan kelas C, lebar jembatan 4,50 meter dan 2 x 0,25 meter sebagai trotoir dengan beban 50 % dari loading Sistem Bina Marga.
            Berdasarkan klasifikasi diatas, maka  jembatan yang penulis rencanakan  termasuk ke dalam jembatan kelas B, dengan lebar lantai kendaraan 6 meter, lebar trotoar 0,5 meter. Pembebanan diambil 70 % dari Loading Sistem Bina Marga.

2.2       Analisa Pembebanan
            Berdasarkan pedoman perencanaan pembebanan jembatan jalan raya (PPPJJR SKBI-1.3.28-1987), beban-beban yang bekerja pada sebuah konstruksi jembatan adalah beban primer, beban sekunder dan beban khusus.


2.2.1        Kombinasi Muatan
Tujuan dari kombinasi muatan adalah untuk memperoleh tegangan yang maksimum standar dalam mendimensi rangka baja. Adapun kombinasi muatan yang dimaksud, diperlihatkan ada tabel berikut ini, sebagai mana yang tercantum dalam PPPJJR 1987, yaitu :
No
Kombinasi Pembebanan Dan Gaya
Tegangan Izin Keadaan Elastis (%)
1
M + (H + K) + Ta + Tu
100%
2
M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm
125%
3
Kombinasi (1) + Rm + Gg + A SR + Tm + S
140%
4
M + Gh + Tag + Gg + Ahg + Tu
150%
5
M + P1
130%
6
M + (H + K) Ta + S + Tb
150%
Tabel  T.2.1 Kombinasi Pembebanan


Dimana :
                  M            = Beban mati
                  (H + K)  = Beban hidup dengan kejut
                  Ta           = Gaya tekan tanah
                  Tu           = Gaya angkat
                  Ah          = Gaya akibat aliran dan hanyutan
                  Gg          = gaya gesekan pada tumpuan bergerak
                  A            = Gaya angin
                  SR          = Gaya akibat sudut dan rangkak
                  Rm         = Gaya rem
                  Gh          = Gaya horizontal ekivalen akibat gempa
                  Tag         = Gaya tekan tanah akibat gempa bumi
                  Ahg        = Gaya akibat aliran dan hanyutan pada saat gempa bumi
                  P1            = Gaya-gaya pada waktu pelaksanaan
                  S             = Gaya sentifugal
                  Tb           = Gaya tumbuk
2.2.2    Beban Primer
            Berdasarkan PPPJJR SKBI-1.3.28-1987, yang dimaksud dengan beban primer adalah beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Beban itu meliputi :
a.      Beban Mati
         Beban mati adalah beban yang diakibatkan oleh berat sendiri dari konstruksi dan segala unsur tambahan yang dianggap satu kesatuan tetap dengannya. Berdasarkan Struyk dan Van Der Veen (1990), berat sendiri konstruksi dapat dihitung dengan menggunakan rumus empiris, yaitu :

         G = (20 + 3L) kg/m2  ........................................................................... (2.1)               
Keterangan :
         G = Berat sendiri gelagar utama
         L = Panjang bentang jembatan

         Gaya–gaya batang pada gelagar utama akibat berat sendiri dihitung dengan menggunakan metode Cremona. Dasar perhitungan ini merupakan segi banyak tertutup. Seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini :
+S5
Gambar Diagram Cremona gaya batang
Sumber : Mekanika Teknik I, Oleh Heinz Frick (1993)
-S1
-S3
7
D
C

+S6
-S1
6
5
4
3
RA
RA

-S2
2
1
(A)
B
E
A

+S7
-S3
-S2
RA
RB
RB
P

-S3
+S7
-S3
+S6
-S5
RB

+S4
+S4
-S2
(D)
(C)

(B)







         
Untuk perhitungan gaya batang digunakan skala gambar dan untuk penentuan arah gaya dengan cara perjanjian tanda sebagai berikut :
1.      Batang disebut tekan (-), apabila arah gaya menuju titik sambung.
2.      Batang disebut tarik (+), apabila arah gaya meninggalkan titik sambung.

b.      Beban Hidup
Berdasarkan PPPJJR SKBI-1.3.28-1987, beban hidup yaitu semua beban yang berasal dari kendaraan yang bergerak dan penjalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan.
Gambar  Ketentuan Beban “D”
Sumber : PPPJJR SKBI - 1987
½ P
½ P
P
q
½ q
½ q
4,0 m
Beban hidup pada jembatan terdiri dari beban “T” yang merupakan  beban terpusat untuk lantai kendaraan dan beban “D” yang merupakan beban jalur untuk gelagar. Beban “D” atau beban jalur adalah susunan beban pada setiap jalur lalu lintas yang terdiri dari beban terbagi rata sebesar “q” ton/meter sepanjang jalur dan beban garis “P” sebesar 12 ton per jalur lalu lintas tersebut.


“D”
“T”
 





Besarnya beban terbagi rata “q” dengan bentang 30< L < 60 meter adalah :
         q = 2,2 t/m1 -  (L-30) t/m ............................................................. (2.2)
Beban hidup permeter lebar jembatan ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
         q = ...................................................................................  (2.3)
         P  = .......................................................................................  (2.4)
Keterangan :
         q = Beban terbagi rata
         P = Beban garis
         L = Panjang bentang jembatan
         Besarnya gaya batang akibat beban hidup dihitung dengan menggunakan metode garis pengaruh. Metode garis pengaruh adalah suatu cara untuk menghitung gaya batang dengan beban P = 1 ton bekerja disepanjang jembatan, proses kerja garis pengaruh diperlihatkan pada gambar 2.1c berikut ini :
Gambar  Diagram Garis Pengaruh
Sumber  : Mekanika Teknik 2, oleh Heinz Frick
Batang Atas
Batang Bawah
Batang Diagonal












            Garis pengaruh batang S1 diperoleh dengan cara meletakkan beban P = 1 ton dititik D dengan memotong batang S1, S2 dan S3 diperoleh :
MD = 0
RA  x (L – x1) + S1 x H = 0                                  RA =
sehingga untuk batang atas diperoleh :
  ( - ) ............................................................................... (2.5a)
Batang S1 digambarkan dibawah titik D sebagai ordinat garis pengaruh (Y1). Garis pengaruh S1 diperlihatkan pada gambar 2.1c pada halaman 10. Ordinat garis pengaruh batang S2 diperoleh dengan cara yang sama, yaitu dengan cara meletakkan beban P = 1 ton dititik E, sehingga untuk batang bawah diperoleh :
S2 = ..................................................................................  (2.5b)
Beban P = 1 ton dianggap bekerja pada titik buhul bawah, mengakibatkan garis pengaruh batang S2 terjadi pemotongan seperti diperlihatkan pada gambar 2.2 garis pengaruh batang S3 diperoleh dengan cara memotong batang–batang S1, S2, S3, tetapi beban P = 1 ton diletakkan dititik C dan D, maka beban dititik C dan D diperoleh :
KV = 0
RA – P + S3 Sin a = 0, P =1 ton
S3C = ....................................................................................... (2.5c)
KV = 0
RA  - S3 Sin a = 0
SaD = ........................................................................................ (2.5c)
Garis pengaruh batang S3 diperlihatkan pada gambar 2.1c Diagram garis pengaruh pada halaman 10.

c.      Beban Kejut

         Untuk menghitung pengaruh-pengaruh getaran dan pengaruh dinamis lainnya, beban-beban yang timbul akibat beban garis “P” harus dikalikan dengan koefisien kejut yang akan memberikan hasil maksimum, sedangkan beban merata “q” tidak dikalikan dengan koefisien kejut. Berdasarkan (PPPJJR SKBI 1.3.28 – 1987), koefisien kejut diperhitungkan dengan rumus :
         K = .................................................................................... (2.6)
Keterangan :
         K = Koefisien kejut
         L = Panjang bentang Jembatan (m)

2.2.3 Beban sekunder
         Beban sekunder adalah beban sementara, yang dipengaruhi oleh beban angin, pengaruh suhu dan gaya rem. Beban ini meliputi :

a.      Beban angin
         Berdasarkan (PPPJJR SKBI 1.3.28 – 1987), tekanan angin diperhitungkan 150 kg/m2 yang bekerja tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Bagian–bagian sisi jembatan yang terkena angin untuk jembatan rangka diambil 30 % luas bidang sisi jembatan dan ditambah 15 % luas sisi lainnya.
        
Perencanaan sebuah jembatan tekanan angin diperhitungkan bekerja pada tiga tempat, yaitu :
1.      Tekanan angin pada lantai kendaraan(Wr).
2.      Tekanan angin pada kendaraan (Wm), yang diperhitungkan bekerja setinggi 2 meter dari lantai kendaraan.
3.      Tekanan angin pada konstruksi jembatan (Wbr).
         Akibat dari gaya–gaya angin tersebut, maka akan menimbulkan gaya vertikal yang berpengaruh terhadap bertambah besarnya gaya–gaya batang untuk perencanaan suatu konstruksi jembatan. Gaya angin yang bekerja pada konstruksi jembatan, diperlihatkan pada gambar dibawah ini :



Gambar Gaya angin yang bekerja di bagian jembatan
Sumber  : Jembatan, oleh Struyk dan Van Der Veen
















         Berdasarkan Struyk dan Van Der Veen, besarnya gaya reaksi yang timbul pada bagian tumpuan rangka jembatan dapat dihitung dengan persamaan statis momen, yaitu :
         K    = ............................................. (2.7)

Keterangan :
         K      = Gaya reaksi yang timbul pada bagian tumpuan reaksi jembatan
         Wbr  = Tekanan angin pada rangka jembatan
         Wm  = Tekanan angin pada kendaraan
         Wr    = Tekanan angin pada lantai kendaraan
hbr, hm, hr = Jarak masing – masing tekanan angin terhadap tumpuan rangka jembatan
Besarnya gaya-gaya batang gelagar utama akibat tekanan angin diperoleh dengan cara mengalikan faktor perbandingan reaksi tumpuan akibat tekanan angin dengan reaksi tumpuan akibat berat sendiri.

         F =



b.      Gaya Akibat Pengaruh Suhu
         Berdasarkan PPPJJR SKBI-1.3.28-1987, besarnya tegangan akibat pengaruh suhu untuk konstrusi baja diperhitungkan apabila terjadi perbedaan suhu 15 0C.
c.      Gaya rem
         Berdasarkan PPPJJR SKBI 1.3.28-1987, gaya rem dianggap bekerja horizontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,80 meter diatas permukaan lantai kendaraan. Besarnya gaya ini diperhitungkan 5 % dari beban “D” tanpa koefisien kejut.
2.2.4 Beban khusus
         Beban khusus adalah beban yang tidak langsung membebani jembatan tetapi hanya mempengaruhi bagian–bagian tertentu pada konstruksi jembatan.
         Beban khusus ini terdiri dari gaya tumbukan, gaya sentrifugal, dan gaya-gaya lain. Dalam perhitungan ini beban khusus tidak ditinjau, karena perencanaan hanya dibatasi pada bagian rangka utama jembatan saja.

2.3.   Rumus-Rumus Untuk Perencanaan
         Untuk merencanakan rangka baja sebuah jembatan, diperlukan beberapa rumus yang mendukung dalam perencanaan. Rumus-rumus yang digunakan dalam perencanaan akan dijelaskan pada sub bab dibawah ini.

2.3.1 Sandaran (railing)
         Menurut Potma dan De Vries, sandaran akan menimbulkan momen akibat berat sendiri dan beban hidup.

Tegangan yang timbul pada sandaran adalah:
         b  =   < b ……………………………………….….. (  2.9 )
Keterangan :
         b      =  Tegangan lentur yang timbul
         b      =  Tegangan lentur yang diizinkan
         Mmaks   =  Momen maksimum yang bekerja
         W        =  Momen tahanan profil

2.3.2 Gelagar Memanjang
         Beban yang bekerja pada gelagar memanjang terdiri dari berat sendiri, berat lembaran trapesium, berat lantai beban hidup, beban gempa, beban angin dan beban rem.
2.3.3 Gelagar Melintang
         Beban yang bekerja pada gelagar melintang terdiri dari berat sendiri, berat lantai beban hidup, beban angin dan beban rem. Untuk perencanaan  beban gelagar memanjang ini digunakan rumus persamaan (2.9) halaman 15.

2.3.4 Gelagar Utama
         Gaya yang bekerja pada gelagar utama jembatan rangka baja adalah gaya tekan dan gaya tarik.
a.      Batang Tekan
         Batang–batang tekan yang mengalami gaya tekan. Panjang batang dan tumpuan ujung –ujung sangat mempengaruhi  (1k). Berdasarkan  PPBBI  (1984), jenis-jenis tumpuan pada batang diperlihatkan pada gambar dibawah ini.

                                                                               






Gambar Jenis-jenis tumpuan pada batang
Sumber : PPPJJR SKBI 1.3.28 – 1987,

 


Adapun besarnya momen kelembanan dihitung dengan mempergunakan persamaan :
       I min = 0,483 x n x P x 1k ..................................................................... (2.10 ) 
Keterangan :
               I min   = Momen kelembaman  
               n       = Faktor keamanan  (3,5)
               1k     = Panjang batang tekuk 

            Rumus Euler ini berlaku apabila 100 < l < 200, dimana angka kelangsingannya adalah  :
l =   ............................................................................................ (2.11)

Keterangan :
                   imin      =  Jari-jari kelembaman profil 
                  l        =  Angka kelangsingan
Apabila 0 < l < 60, maka digunakan persamaan Tetmayer, yaitu :

2.3.5    Ikatan Angin
            Perhitungan ikatan angin terdiri dari ikatan angin atas (Ka) dan ikatan angin bawah (Kb). Berdasarkan  PPJJR beban angin diambil 150 kg/cm2.                     Gaya-gaya yang mempengaruhi ikatan angin atas dan ikatan angin bawah diperlihatkan pada gambar  G.2.2 di atas.
            Besarnya ikatan angin yang bekerja pada jembatan adalah :
a.      Ikatan  Angin  Atas
         Ka = .......................................... (2.12)
b.      Ikatan Angin Bawah
         Kb = ( Wbr + Wm + Wr) – Ka............................................................. (2.13)

Keterangan :
         Ka       = Gaya reaksi tumpuan  ikatan angin atas 
         Kb       = Gaya reaksi tumpuan ikatan angin bawah
         Wbr     =  Tekanan angin pada rangka jembatan
         Wm     = Tekanan angin pada kenderaan
         Wr       = Tekanan angin pada lantai kendaraan
         hbr       = Jarak tekanan angin rangka terhadap tumpuan rangka jembatan
      hm       = Jarak tekanan angin pada kendaraan terhadap tumpuan rangka  jembatan
h      =  Tinggi rangka jembatan

2.3.6    Perhitungan Alat Sambung
            Berdasarkan Darmawan LW (1987) besarnya tekanan baut didasarkan pada perhitungan tampang satu dan tampang dua dengan ketentuan sebagai berikut :

a.      Sambungan Tampang Satu
         Bila s/d > 0,393 kekuatan baut ditinjau terhadap geser dan bila s/d < 0,393 kekuatan baut ditinjau terhadap desak. Kekuatan baut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
         Ngs   = ¼  x x d2 x ....................................................................... (2.14)
         Nds  = d x s x ................................................................................. (2.15)

b.      Sambungan Tampang Dua
         Bila s/d > 0,785 kekuatan baut ditinjau terhadap geser dan bila s/d < 0,785 kekuatan baut ditinjau terhadap desak. Kekuatan baut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
         Ngs   =  2 (¼  x x d2 x )................................................................ (2.16)
         Nds  =  2 (d x s x tp)......................................................................... (2.17)
Keterangan :
         Ngs   = Kekuatan baut terhadap geser
         Nds  = Kekuatan baut terhadap desak
         d       = Diameter baut
         s        = Tebal plat buhul
         = Tegangan geser yang diizinkan (0,6  kg/cm)2
         stp   = Tegangan tumpuan yang diizinkan (1,5  kg/cm)2
            s       = Tegangan dasar yang diizinkan

Jumlah baut yang diperlukan dihitung dengan menggunakan persamaan :
         n = ...................................................................... (2.18)

Keterangan :
         P  = Gaya batang
         n  = Jumlah baut

2.3.7      Sambungan Gelagar Utama dengan Gelagar melintang
               Berdasarkan Porma dan De Vries (1984), gaya batang bekerja pada baut bagian atas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
               N1 = ........................................................................... (2.19)
Keterangan :
         N1 = Gaya tarik baut (kg)
         R   = Gaya lintang atau gaya tumpuan
         W  = Jarak gaya lintang ketumpuan
         e    = Jarak titik berat baut dengan tepi plat penyambung

Gaya tarik baut diperlihatkan pada gambar dibawah ini :
Ganbar Sambungan gelagar melintang dengan gelagar utama
Sumber :       Jembatan Potma dan De Vries (1984)












a.         Tegangan Tarik
           
            str     = .................................................................... (2.20)
b.         Tegangan Geser
                  = .................................................................... (2.21)
Keterangan :
            str    = Tegangan tarik baut
            N1    = Gaya tarik baut
            d       = Diameter baut
            R      = Gaya lintang atau gaya tumpuan
            = Tegangan geser baut
      n       = Jumlah baut

            Pada gelagar melintang, besarnya gaya mendatar dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan :
            H      = ............................................................................... (2.22)
            D      = ......................................................................... (2.23)
Tegangan tumpuan yang timbul pada baut dapat dihitung dengan persamaan :
            stp   = ................................................................................. (2.24)
Keterangan :
            H     = Gaya tarik mendatar baut
            t       = Jarak antar baut tepi, atas dan bawah
            D     = Resultante gaya
            V     = Gaya geser baut
            stp  = Tegangan tumpuan pada baut
            d      = Diameter baut
            s       = Tebal plat badan gelagar melintang

2.3.8    Perhitungan Plat Buhul
            Gaya-gaya yang bekerja pada plat buhul diperlihatkan pada gambar dibawah ini :


                                
      









Ganbar            Sambungan pada plat buhul
Sumber  :     Jembatan, Oleh Struyk dan Van Der Veen (1990)
 




Berdasarkan Struyk dan Van Der Veen (1990), bagian plat buhul yang Paling berbahaya adalah pada penampang AB. Jika “R” gaya batang kiri dan “D” gaya batang diagonal maka penampang AB menerima gaya tarik (P). Besarnya gaya tarik tersebut dihitung dengan persamaan :
         P = T Cos  +  R.............................................................................. (2.25)
Momen yang timbul pada penampang plat AB dihitung dengan persamaan :
         M = (P x e) ........................................................................................ (2.26)

         Akibat dari gaya tarik dan momen, maka timbul tegangan. Dimana tegangan yang timbul harus lebih kecil dari tegangan izin. Tegangan – tegangan adalah sebagai berikut :
a.      Tegangan tarik
         str = ............................................................................ (2.27)
b.      Tegangan geser
         p  =    < s, dimana  V = T sin  a................................................ (2.28)
Keterangan :
            P          =  Gaya tarik pada plat buhul (kg)
            D         =  Gaya batang diagonal (kg)
            R         =  Gaya batang bawah
            M         =  Momen pada plat buhul
            F          =  Luas tampang plat buhul
            e          =  Titik tangkap momen pada plat buhul
            V         =  Gaya geser pada plat buhul
            str       =  Tegangan tarik yang timbul 
p                    =  Tegangan geser yang timbul

2.3.9                                Lendutan
            Berdasarkan Hukum Hooke, perubahan panjang-panjang dapat dihitung dengan persamaan :
         DL  =   ...................................................................................  (2.29)
Keterangan :
          DL   =  Perubahan panjang batang
          P      =  Gaya batang
          L      =  Panjang batang
          E      =  Modulus elastisitas baja
          F      =  Luas penampang profil
Lendutan yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
         Z  =  DL  x  a    <   ........................................................................  (2.30)
Keterangan :
         Z          =  Lendutan yang terjadi 
         a          =  Gaya batang akibat beban  P
                 =  Lendutan yang diizinkan 


2.3.10       Perhitungan Blok Ujung Sambungan Gelagar Utama
Sambungan pada gelagar utama terdiri dari sambungan batang atas, bawah dan batang diagonal. Sambungan gelagar utama ini menggunakan sambungan tampang satu (tunggal) dengan tebal pelat buhul 30 mm. Alat sambung yang digunakan adalah baut A-325 dengan diameter 1 inchi, Fub = 825 Mpa, Fup = 370 Mpa
  1. Kuat geser perbaut ( tanpa ulir ) dengan bidang geser ( m ) satu buah
Ø Rn (geser tunggal )  = Ø  ( 0,5 x  Fub ) x m x Ab   .................................... (2.31)
           
  1. Kuat tumpu pelat
Ø Rn                           = Ø  ( 2,4 x  Fup ) x d1 x tp ...................................... (2.32)
                                   
Maka kuat nominal satu baut adalah yang terkecil.

  1. Sambungan Batang Atas , Bawah dan Diagonal.
            Gaya maksimum yang bekerja pada batang atas sebesar Pmax ton dan baut yang digunakan diameter 25,4 mm ( 1 inchi ).
Jumlah baut yang digunakan adalah
            n          =                                   ......................................................... (2.33)
Dimana :
            s           = 3.d    = 3 x 2,54        = 7,62 cm        = 8 cm
            s1         = 2.d    = 2 x 2,54        = 5,08 cm        = 6 cm

Tarik murni
Ag       = ½ x A                                               ……………………………………. (2.34)
           
An       = Ag – n.dt                                         ……………………………………. (2.35)
           
Ae       = U x An                                             ……………………………………. (3.36)


Kuat leleh
fNn     = fFy.Ag                                             ……………………………………. (2.37)
           
Kuat fraktur
fNn     = fFu.Ae                                             …………………………………….. (2.38)
           
Pengecekan Blok Ujung
Ø  Geser murni
Av                        = (2 x n) x S x Tf                    …………………………………….. (2.39)

fNn          = f 0,6 Fu.Av                          …………………………………….. (2.40)
                       
Ø  Kombinasi geser + tarik
Avg          = n x S x Tf                             …………………………………….. (2.41)

Anv          = (n x S – 2 x 5/2 x ǿ baut) x Tf         …………………………….. (2.42)

 Agt          = S x 2 x Tf                                         …………………………….. (2.43)

Ant           = (S1 x 2 – 2 x ½ x ǿ baut) x Tf          …………………………….. (2.44)
                       
Geser fraktur:
Nn            = 0,6 Fu.Anv                                                   …………………………….. (2.45)

Tarik fraktur:
Nn            = Fu.Ant                                                         …………………………….. (2.46)
           
Karena geser fraktur > tarik fraktur maka terjadi kombinasi geser fraktur + tarik leleh sehingga:
Nn            = Fy. Agt + 0,6 Fu Anv                                  …………………………….. (2.47)

fNn          = 0,75 x Nn                                         …………………………….. (2.48)

Dari hasil-hasil tersebut didapatkan:
……    kN (kuat leleh)
fNn     ……..  kN (kuat fraktur)
            …….   kN (geser murni, blok ujung)
            …….   kN  (kombinasi blok ujung)
Diambil fNn untuk 2 flens (fNn   =fNn x 2)
fNn > Nu, maka profil yang digunakan (boros).
fNn < Nu, maka profil yang digunakan (tidak aman).
Jadi kegagalan pada blok ujung terjadi karena:
Jarak antar baut = S/ f baut diameter lubang baut
Konsep SNI mensyaratkan jarak antar baut > 3 kali diameter baut


 


No comments:

Proposal Pembangunan Laboratorium SMP yang Benar

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Guna mendukung tercapainya Standar Pendidikan Nasional serta terwujudnya Program Wajar ...