BAB
I
PENDAHULUAN
Konstruksi kuda-kuda kayu adalah
suatu bahan konstruksi yang tersusun dari bagian rangka batang kayu yang
berfungsi sebagai penahan beban yang bekerja pada konstruksi tersebut dalam
satu kesatuan, yaitu semua batang-batang yang menyusun kerangka batang saling
bekerja sama untuk menahan beban yang bekerja. Batang-batang tersebut mengalami dua jenis gaya, yaitu gaya tekan
dan gaya tarik. Untuk mengetahui besar dan jenis gaya yang bekerja pada masing-masing batang dapat
digunakan metode ritter, cremona atau penentuan keseimbangan pada titik buhul.
Konstruksi kuda-kuda mempunyai
syarat-syarat yang tidak boleh berubah bentuk strukturnya sebagai
pendukungutama fungsi atap yaitu melindungi penghuni sekaligus bangunan itu
sendiri dari faktor cuaca yang dapat
merusak seperti hujan, angin dan juga terik matahari, untuk itu dipilih
susunan bentuk atap yang sering dijumpai.
Syarat dari konstruksi kuda-kuda
yang telah dibuat apalagi dipergunakan tidak boleh berubah bentuk. Untuk
mengatasi hal tersebut maka dipilih bentuk-bentuk segitiga sehingga menjadi
bentuk atap yang didukung kuda-kuda melalui gording sedapat mungkin diterima
tepat pada titik buhul sehingga bentuk
konstruksi rangka batang dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan.
Untuk
keuntungan dan kerugiannya dari kayu sebagai bahan konstruksi dapat
dipersingkat sebagai berikut :
1.
Keuntungannya
antara lain :
-
Mudah dikerjakan
-
Mudah diganti
-
Kayu mempunyai
kekuatan yang tinggi dan berat rendah
-
Kayu mempunyai
daya tahan tinggi terhadap pengaruh kimia dan listrik
|
2. Kerugian
antara lain :
-
Sifat kurang
homogen dengan cacat-cacat alam seperti arah serat yang berbentuk menamoang,
spiral dan diagonal, mata kayu dan sebagianya.
-
Kayu dapt memuai
dan menyusut dengan perubahan-perubahan kelembaban dan pada pembebanan waktu
yang terlalu lama suatu balok akan terdapat lendutan yang relatif besar
-
Beberapa kayu
bersifat kurang awet dalam keadaan-keadaan tertentu.
Dalam
perhitungan perencana perlunya pengeringan kayu, penggunaan teknik pengawetan dan sebagainya. Salah satu sifat kayu yang
sering dikemukakan sebagai suatukerugian besar dibandingkan dengan baja dan
beton adalah kayu dapat terbakar.
Biasanya
terdapat penyimpangan-penyimpangan dari ketentuan dan syarat-syarat yang
berlaku, tetapi penyimpangan-penyimpangan ini diusahakn sekecil mungkin
sehingga konstruksi secara teknis dapat dipertanggung jawabkan. Karena
penyimpangan pada umumnya disebabkan oleh keadaan bahan misalnya ukuran
panjangnya dalam mendesain bentuk dari kuda-kuda kayu yang akan kita
rencanakan.
Adapun
dalam rancangan kuda-kuda kayu ini, perhitungan kuda-kuda menggunakan kayu
kelas 1 dan alat sambung baut, bentang 17,5 m, kemiringan 250,
tinggi 4,5 m.
Maksud
dan tujuan penulis untuk kasus kuda-kuda kayu diajukan sebagai syarat yang
harus dipenuhi pada semester V tahun ajaran 2014-2015 Politeknik Negeri
Lhokseumawe. Disamping itu penulis mencoba untuk mendiskripsikan hasil
perencana kuda-kuda kayu sebagai salah satu wadah implementasi ilmu pengetahuan
yang telah diperoleh dari teori yang
telah dipelajari sebelumnya.
BAB II
DASAR TEORI
Dalam perhitungan kuda-kuda penyelesaiannya tidak terlepas dari
teori-teori dan rumus-rumus yang berkaitan dengan pembebanan, sambungan,
tegangan dan ketelitian dalam perhitungannya. Sebelum memasuki tahap
perhitungan, terlebih dahulu ditentukan besarnya beban yang bekerja pada
konstruksi kuda-kuda tersebut. Perhitungan didasarkan pada besarnya beban
tersebut, sehingga konstruksi dapat mendukung beban yang aman.
2.1
Pembebanan
Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983,
struktur suatu bangunan harus direncanakan menurut kekuatannya terhadap
pembebanan-pembebanan oleh beban mati, beban hidup dan beban angin. Untuk
konstruksi kuda-kuda tidak dipengaruhi oleh beban gempa.
Kombinasi pembebanan yang harus ditinjau dalam perencanaan kuda-kuda
adalah beban tetap dan beban sementara. Adapun yang dimaksud dengan pembebanan
tetap adalah beban mati di tambah dengan beban hidup, sedangkan pembebanan
sementara adalah penjumlahan beban mati ditambah dengan beban hidup ditambah
pula dengan beban angin. Dalam perencanaan diambil beban yang paling maksimum.
2.1.1 Beban mati
Beban mati adalah beban yang berasal dari beban sendiri pembentuk
konstruksi dan bagian bagian lain yang menyatu dengan pembentuk konstruksi
tersebut. Menurut PPIUG 1983 bab I ayat I, yang dimaksud dengan beban mati
adalah berat semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap termasuk semua
unsur ditambah penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap
yang merupakan bagian-bagian yang tak terpisahkan dari bagian gedung tersebut.
|
3
|
2.1.2 Beban hidup
Menurut PPIUG bab I ayat 2, yang dimaksud dengan beban hidup adalah semua
beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung dan
didalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang
yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa pakai dari
gedung tersebut, sehingga mengakibatkan perubahan pembebanan pada lantai
tersebut, pada bagian atap, beban hidup dapat merupakan beban yang berasal dari
air hujan baik dari genangan maupun dari akibat tumpukan jatuhnya air hujan.
Beratnya air hujan ditentukan dengan rumus :
P =
(40-0.85α) (kg/m2)........................................................................
(2.1)
2.1.3 Beban angin
Menurut PPIUG 1983 bab I ayat 3, yang dimaksud dengan beban angin adalah
semua beban yang bekerja pada gedung yang disebabkan oleh selisihnya tekanan
udara. Beban angin yang bekerja pada atap baik berupa angin tekan (positif)
dalam perencanaan dianggap tegak lurus terhadap bidang kelandaian atap dan
beban angin hisap, adalah beban yang bekerja menarik bidang yaitu tegak lurus
terhadap kemiringan atap, beban angin hisap biasanya dianggap beban negatif.
Besarnya beban angin tekan maupun beban angin hisap dihitung berdasarkan
hasil perkalian antara tekanan angin tiup dengan koefisien angin yang telah
ditentukan. Tekanan angin minimum yang disyaratkan dalam PPIUG 1983, 25 kg/m2 jika kontruksi tersebut terletak pada jarak
lebih dari 5 km dari pantai, dan daerah yang jauhnya kurang dari 5 km dari
pantai harus diambil 40 kg/m2. Tekanan angin tiup harus dihitung
dengan menggunakan rumus :
P =
( kg/m2
) ............................................................................... (2.2)
Dimana :
V =
Kecepatan angin (m/det2)
P = Beban Angin (kg/m2)
Koefisien angin untuk bangunan
tertutup atap segitiga dengan sudut kemiringan
α adalah :
1.
Untuk bidang-bidang atap dipihak
angin :
α
< 65° Koefisien ( + 0,22 α -0,4 )
65°< α< 90° Koefisien ( + 0,9 )
2.
Untuk semua bidang dibelakang
angin, kecuali yang vertikal menghadap angin:
α
Koefisien ( -0,4 )
3.
Untuk semua bidang atap vertikal
dibelakang angin yang manghadap angin:
α
Koefisien ( +0,4 )
2.2 Kombisasi
Momen
Munurut
PPIUG 1983, ketentuan pembebanan adalah :
·
Beban mati dinyatakan
dengan huruf (DL)
·
Beban hidup dinyatakan
dengan huruf (LL)
·
Beban angin dinyatakan
dengan huruf (WL)
a.
Pembebanan Tetap
P = DL + LL
...................................................................................... (2.3)
b.
Pembebanan Sementara
P = DL + LL + WL ........................................................................ (2.4)
2.3 Tegangan Dan Lendutan Yang Diizinkan
Tegangan yang diizinkan untuk semua kelas kayu diperlihatkan pada
lampiran tabel, tegangan yang terlampir pada tabel tersebut hanya untuk mutu
kayu A dan untuk kayu B harga tegangan dapat dikalikan 0,75
2.3.1 Pengaruh keadaan konstruksi dan sifat muatan tegangan
Tegangan-tegangan yang diperkenankan
harus digandakan dengan faktor berikut :
1.
Faktor 2/3
- Untuk konstruksi yang selalu terendan air
- Untuk konstruksi yang tidak terlindung, dan kemungkinan besar kadar legas tinggi
2.
Faktor 5/6
- Untuk Konstruksi yang tidak terlindung , tetapi kayu dapat mengering dengan cepat
3.
Faktor 5/4
- Untuk bagian konstruksi yang tegangannya diakibatkan oleh muatan tetap dan muatan angin
- Untuk bagian konstruksi yang tegangannya diakibatkan oleh muatan tetap dan muatan tidak tetap.
2.3.2 Lendutan yang diizinkan
Lendutan
yang diizinkan pada gording adalah sebagai berikut :
f =
........................................................................................ (2.5)
Dimana
f = Lendutan yang diizinkan (cm)
L = Panjang gording (cm)
Sedangkan lendutan yang timbul pada gording akibat beban merata dan
terpusat adalah :
fytb
=
........................................................ (2.6)
Dimana :
fytb = Lendutan yang timbul terhadap
sumbu x dan sumbu y
q = Beban terbagi rata (kg/m)
P = Beban terpusat (kg)
L = Panjang batang (m)
E = Modulus elasitas kayu (kg/cm2)
Ix = momen inersia (cm4)
Lendutan total yang terjadi pada
gording adalah :
f =
.............................................................................. (2.7)
2.4 Elemen Konstruksi
Adapun yang
dimaksud dengan elemen konstruksi adalah :
- Batang Tekan
- Batang Tarik
2.4.1 Batang tekan
Pada batang yang menahan tegangan tekan dalam perhitungan tidak
dipengaruhi oleh pelemahan alat sambung. Tetapi apabila pada batang tersebut
terdapat lubang yang tidak tertutup, dihitung sebagai perlemahan.
Pengaruh tekuk adalah yang sangat mempengaruhi selain hal tersebut
diatas. Faktor tekuk (ω) sangat dipengaruhi oleh panjang batang dan bahan itu
sendiri. Besar faktor tekuk dapat
dilihat pada tabel PKKI, terdiri dari dua batang, yaitu tunggal dan
ganda.
a.
Batang tunggal
Ix
= 1/12 b. h3 (cm4) ....................................................................................... (2.8)
Iy
= 1/12 b3. h (cm4) ...................................................................................... (2.9)
ix
min = Ix/Fbr (cm) ....................................................................................... (2.10)
iy
min = Iy/fbr (cm) ...................................................................................... (2.11)
λx
= lk/ix min (cm) .......................................................................................... (2.12)
λy
= lk/iy min (cm) .......................................................................................... (2.13)
Diantara
harga λ x atau λ y diambil yang terbesar dalam menentukan nilai faktor tekuk (ω)sehingga :
σ
tk // ytb = Px ω, (kg/cm2) ≤
tk // ...................................................... (2.14)
Dimana :
σ ytb// = tegangan yang
timbul sejajar serat (kg/cm2)
F br = Luas penampang bruto (cm2)
Ix = Momen Inersia pada sumbu
x (cm4)
Iy = Momen Inersia pada sumbu
y (cm4)
Lk = Panjang kritis (cm)
ω = Faktor tekuk
λ = Angka kelangsingan.
b.
Batang ganda
ix
min=
dan iy min =
(cm)................................................... (2.15)
λ
x= lk/ ix dan λ
y = lk/iy ....................................................................... (2.16)
Sehingga
σ
tk // ytb=
≤
tk// (kg/cm2)......................................................................
(2.17)
2.4.2 Batang tarik
Pada batang-batang tarik dan bagian-bagian yang dibebani dengan tegangan
lentur, perlemahan-perlemahan akibat lubang alat-alat penyambung dan lainnya
harus diperhatikan dengan teliti. Besarnya pengurangan luas tiap alat sambung
adalah sebagai berikut.
1. 0 % = Untuk sambungan dengan
perekat
2. 10 % - 15 % = Untuk sambungan dengan paku
3. 15 % - 20 % = Untuk sambungan dengan baut dan sambungan
gigi
4. 20 % = Untuk sambungan dengan kokot
boldog dan pasak kayu
Dengan memperhitungkan pengurangan
luas maka tegangan tarik yang timbul adalah sebagai berikut :
σ
ytb= P/Fn (kg/cm2)..........................................................................................
(2.18)
Dimana :
σ ytb = Tegangan yang timbul (kg/cm2)
P = Gaya yang bekerja pada
batang (kg)
Fn = Luas
penampang netto (cm2)
Fn = 0,8 . Fbr
Fbr = b . h
Fbr = Luas penampang bruto (cm2)
2.5 Sambungan
Pada Kayu
Didalam konstruksi kayu yang meminta
perhatian besar adalah tempat-tempat sambungan, karena sambungan selalu
merupakan titik terlemah pada suatu konstruksi.
Alat sambung kayu banyak sekali
jenisnya, antara lain baut, paku, kokot bulldog, pasak cincin, geka, split
ring, alligator, bufa, perekat dan lain sebagainya.
2.5.1 Sambungan baut pada kayu
Menurut PKKI NI 5 1961, beberapa persyaratan sambungan baut pada kayu
adalah sebagai berikut :
1.
Alat penyambung baut harus dibuat
dari baja St. 37 atau dari besi yang mempunyai kekuatan paling sedikit seperti
baja St. 37
2.
Lubang baut harus dibuat
secukupnya saja dan kelonggaran tidak boleh lebih dari 1,3 mm
3.
Garis tengah baut paling sedikit
harus 10 mm (3/8”), sedang untuk tumpang satu maupun tumpang dua dengan tebak
kayu lebih besar dari pada 8 cm harus dipakai baut dengan garis tengah paling
kecil 12,7 mm (1/2”).
4.
Baut harus disertai plat ikutan
yang tebalnya minimum 0,3 d dan maksimum 5 mm dengan garis tengah 3d, dimana d
= garis tengah baut.
5.
Sambungan dengan baut dibagi 3
golongan menurut kekuatan kayu yaitu golongan I, II, III. Agar sambungan dapat
memberi hasil kekuatan yang sebaik-baiknya (uitgenut), hendaklah λ b = b/d
diambil dari angka-angka yang tertera dibawah ini :
a.
Golongan I
Sambungan bertampang satu
.................................... (2.19)
atau λb = 4,8
................................ (2.20)
Sambungan bertampang dua:
................................. (2.21)
atau λb = 3,8
................................. (2.22)
atau
................................ (2.23)
b.
Golongan II
Sambungan bertampang satu :
.................................. (2.24)
atau λb = 5,4
............................... (2.25)
Sambungan bertampang dua :
................................ (2.26)
atau λb = 4,3
................................ (2.27)
atau
................................. (2.28)
c.
Golongan III
Sambungan bertampang satu :
.................................. (2.29)
atau λb = 6,8
................................ (2.30)
Sambungan bertampang dua :
.................................. (2.31)
atau λb = 5,7
................................. (2.32)
atau
................................ (2.33)
Keterangan:
Kekuatan sambungan (kg)
sudut antara arah gaya dan arah serat kayu
tebal kayu tepi (cm)
tebal kayu tengah (cm)
garis tengah baut (cm)
Dari tiap-tiap golongan yang diambil adalah harga yang terkecil, yang
termasuk golongan I adalah kayu kelas kuat I ditambah dengan rasamala. Yang
termasuk golongan II adalah semua kayu dengan kayu kelas kuat II. Yang termasuk
golongan III adalah semua kayu dengan kayu kelas kuat III.
1.
Jika pada sambungan tampang satu,
salah satu batasnya dari besi (baja) atau pada sambungan bertumpang dua
pelat-pelat penyambung dengan besi
(baja), Maka harga S dinaikkan 25 %
2.
Apabila baut tersebut digunakan
pada konstruksi yang selalu terendam air, maka dalam perhitungan kekuatannya
dikalikan dengan 2/3. apabila baut digunakan pada konstruksi yang tidak
terlindung, maka kekuatannya harus dikalikan dengan 5/6. dan apabila
dipergunakan pada konstruksi yanga mengalami sementara , maka kekuatannya harus
dikalikan 5/4.
Penempatan baut pada sambungan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan
pada PKKI (1961). Untuk lebih jelasnya persyaratan tersebut diperlihatkan pada
lampiran G. hal .
Banyaknya baut yang digunakan untuk tiap batang kuda-kuda dapat dihitung
dengan rumus :
n =
(Sambungan tidak
menerus) .................................................. (2.34)
n =
(Sambungan
menerus).....................................................
(2.35)
dimana
n = Jumlah Baut (buah)
P = Gaya batang tekan/tarik yang bekerja
(kg)
P1 = Gaya batang tarik yang bekerja (kg)
P2 = Gaya batang tekan yang bekerja (kg)
BAB
III
PERHITUNGAN
PERENCANAAN KONSTRUKSI
KUDA-KUDA
KAYU
3.1
Panjang
Batang
Ø Kemiringan
Atap
Tg α =
Tg 35o =
0,700 =
H = 5,6 m
Ø Batang
Atas (Kaki Kuda-Kuda)
Btg D1,D2,D3 = D4,D5,D6 =
=
=
=
|
13
|
Maka
Btg D1,D2,D3 = D4,D5,D6 =
=
3,255 m
Ø Panjang
Batang Mendatar/Balok Bint
Btg H7=H8=H9=H10=H11 =
=
2,67 m
Ø Batang
Tegak
Btg V13=V21 = Tan 35o x Btg
7
=
0,700 x 2,67
=
1,869 m
Btg V15=V19 = Tan 35o x
(Btg 7 + Btg 8)
=
0,700 x 5,34
=
4,990 m
Btg V17 =
Tan 35o x ½ L
=
0,700 x 8
=
5,6 m
Ø Batang
Gapit Angin
Btg H8,H11 = H22,H25 = 2,67 m
Btg H9,H10 = H,H24
= H26,H27 =
2,67 m
Ø Batang
Diagonal
Btg D14,D20 = D2,D5 = 3,255 m
Btg D16=D18 =
=
=
=
=
5,659 m
Btg D28=D29 = Sin α
=
Sin 35o
=
0,573 m
Btg D28=D29 =
=
=
=
1,330 m
Untuk
lebih jelas panjang batang dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.1.1
Tabel Panjang Batang
|
No. Batang
|
Panjang Per
Batang (m)
|
|
D1,D2,D3
= D4,D5,D6
|
3,255
|
|
H7=H8=H9=H10=H11=H12
|
2,67 (2 btg)
|
|
V13
= V21
|
1,869
|
|
V15
= V19
|
4,990
|
|
V17
|
5,6
|
|
H22
= H25
|
2,67 (2 btg)
|
|
H23,H24
= H26,H27
|
2,67 (2 btg)
|
|
D14
= D20
|
3,255
|
|
D16
= D18
|
5,659
|
|
D28
= D29
|
1,330
|
3.2
Pendimensian
Gording
Gording yang direncanakan dari kayu
merbau dengan ukuran 8/12 cm yang diletakkan diatas kaki kuda-kuda. Panjang
kaki kuda-kuda (1/2 bentangan) :
= btg 1 + btg 2
+ btg 3 + btg 28
= 3,255 + 3,255
+ 3,255 + 1,330
=
11,09 m
Jumlah gording direncanakan 10 buah
untuk ½ bentangan kuda-kuda sehingga jarak antar kuda-kuda :
=
=
1,109 m
1,1 m
3.3
Perhitungan
Gaya Dalam
A. Beban
Mati
Beban mati adalah berat sendiri
atap ditambah gording.
·
Berat Gording = 0,08 × 0,12 × (0,88x103) = 8,448 kg⁄m
·
Berat Penutup
Atap
=
jarak
gording x berat atap
= 1,1 m×50 kg⁄m2
= 55 kg/m
Jadi :
Beban mati yang diterima konstruksi
adalah
q
= 8,448 + 55 = 63,448 kg⁄m
qx = q cos α = 63,448
cos 35o = 51,973 kg/m
qy = q sin α = 63,448
sin 35o = 29,811 kg/m
Mx =
=
=
58,470 kg.m
My =
=
=
33,537 kg.m
B. Beban
Hidup
Beban hidup yang diperhitungkan
pada atap gedung menurut PPI-1983 adalah beban terpusat akibat pekerja dan
peralatannya serta beban terbagi rata akibat air hujan. Momen akibat beban
hidup ini diambil yang paling besar atau yang paling menentukan di antara dua
jenis muatan berikut.
1. Beban
Terpusat
Berdasarkan PPI-1983 (Bab 3 pasal
3.2 ayat 2.b), akibat beban terpusat dari seorang pekerja atau seorang pemadam
kebakaran yang bekerja di tengah bentang merupakan beban hidup sebesar
.
Px = P sin α = 100 cos 35
= 81,915 kg
Py = P cos α = 100 sin 35
= 57,358 kg
Mx = ¼ Px L = ¼ (81,915) (3) = 61,436 kg.m
My = ¼ Py L = ¼ (57,358) (3) = 43,018 kg.m
2. Beban
Terbagi Rata
Menurut PPI-1983 muatan air hujan per meter
persegi bidang datar berasal dari air hujan, dapat ditentukan dengan rumus :
q = (40 – 0,8α) = (40 – 0,8 (35o))
= 12 kg/m
Jadi Beban akibat air hujan yang diterima
gording adalah :
q =
Beban air hujan x jarak gording
= 12 x 1,1 = 13,2 kg/m
qx = q cos α = 13,2 cos 35o =
10,813 kg/m
qy = q sin α = 13,2 sin 35o =
6,202 kg/m
Mx = 1/8
qx L² = 1/8
(10,813) (3)2 = 12,165
kg.m
My = 1/8 qy L² = 1/8 (6,202) (3)2 = 6,978 kg.m
Momen akibat beban terpusat >
momen akibat beban terbagi rata, maka tegangan yang timbul ditentukan oleh
beban terpusat. Dari semua beban hidup di atas, momen yang menentukan
adalah momen yang terbesar, yaitu momen akibat beban terpusat.
C. Beban
Angin
Beban angin diperhitungkan dengan
menganggap adanya tekanan positif dan negatif (hisap). Beban angin dipengaruhi oleh jauh dekatnya
lokasi bangunan dari garis pantai, untuk lokasi ±5 km dari garis pantai tekanan
tiup di ambil minimum 25 kg/m2.
Ada dua jenis beban angin yang harus
ditinjau, yaitu:
1. Angin tekan
Koefisien angin tekan untuk sudut
65o adalah:
C =
0,02α – 0,4
= 0,02 (35o) – 0,4
= 0,3
qx =
koef. angin x tekanan angin x jarak gording
= 0,3 x 25 x 1,1
= 8,25 kg/m
qy = 0
My
= 1/8 qy
L2 = 1/8 (8,25) (3)2 = 9,281
kg.m
My = 0
2. Angin
hisap
Koefisien angin hisap = - 0,4 ( PPI-1983 )
qx
= koef. angin x tek. angin x jarak
gording
=
- 0,4 x 25 x 1,1
= 11 kg/m (-)
qy = 0
Mx
= 1/8 qx
L2 = 1/8 (-11) (3)2 = 12,375
kg.m (-)
My = 0
Di
dalam perhitungan hanya angin tekan saja yang diperhitungkan karena angin hisap
akan memperkecil tegangan pada batang.
3.1 Tabel momen
akibat variasi dan kombinasi beban
|
Momen
|
Beban Mati
|
Beban Hidup
|
Beban Angin
|
Kombinasi Beban
|
|||
|
Terpusat
|
Terbagi
rata
|
Tekan
|
Hisap
|
Beban
Tetap
|
Beban
Sementara
|
||
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
(2+3)
|
(2+3+5)
|
|
Mx
|
58,470
|
61,436
|
12,165
|
9,281
|
12,375
|
119,906
|
129,187
|
|
My
|
33,573
|
43,018
|
6,978
|
0
|
0
|
76,555
|
76,555
|
3.4
Kontrol
kekuatan gording
Kayu yang digunakan adalah jenis
merbau dengan BJ = 0,88 gr/cm3
dan tergolong kayu kelas kuat I (PKKI 1961). Untuk gording direncanakan (8/12)
cm, sehingga diperoleh:
|
y
|
h
= 12 cm
Momen
Inersia
|
h
|
|
x
|
Iy = 1/12.b3.h = 1/12
x 83 x 12 = 512 cm4
Momen
Lawan
Wx = 1/6.b.h2 = 1/6 x
8 x 122 = 192 cm3
|
b
|
1.
Kontrol Keamanan
Digunakan kayu Merbau
(kelas kuat I) dengan :
o
σlt = 150 kg/cm2
o
σtk// = σtr// = 130 kg/cm2
o
σtk ⊥ = 40 kg/cm2
o
Ï„// = 20 kg/cm2
konstruksi dan sifat muatan :
·
Konstruksi
terlindung : β = 1
·
Muatan tetap : δ
= 1
·
Muatan tidak
tetap : δ = 5/4 (PKKI
– 1961)
2. Kontrol Tegangan
Kontrol tegangan
dilakukan terhadap 2 jenis kombinasi, yaitu kombinasi pembebanan primer dan
kombinasi pembebanan sekunder.
A.
Tegangan yang
timbul akibat muatan tetap/primer
Konstruksi
terlindung : β = 1
Muatan
tetap : δ = 1
lt = 150 x 1 x 1 = 150 kg/cm2
σlt
ytb =
=
= 62,451 + 59,809
= 122,26 kg/cm2 < 150 kg/cm2
.......... (Aman)
B.
Tegangan yang
timbul akibat muatan sementara/sekunder
Konstruksi
terlindung : β = 1
Muatan
tidak tetap : δ = 5/4
lt =
150 x 1 x 5/4 = 187,5 kg/cm2
σlt
ytb =
=
= 67,285 + 59,809
=
147,094 kg/cm2 < 187,5 kg/cm2 .......... (Aman)
3.
Kontrol
Lendutan
Menurut PKKI-1961, lendutan yang
diizinkan untuk gording adalah:
Fmak =
Modulus elastisitas kayu Merbau
adalah: E = 125000 kg/cm2
a. Akibat
Beban Mati
qx
= 51,973 kg⁄m
= 0,5197 kg⁄cm
qy
= 29,811 kg⁄m = 0.2981 kg⁄cm
Ix =1152 cm4
Iy
=512 cm4
Jadi,
fx =
fy =
b.
Akibat Beban
Hidup
·
Beban Terpusat
Px = 81,915 kg
Py = 57,358 kg
Ix = 1152 cm4
Iy = 512 cm4
Jadi,
fx =
fy =
·
Beban Terbagi Rata
qx = 10,813 kg⁄m = 0.1081 kg⁄cm
qy = 6,202 kg⁄m = 0,062 kg⁄cm
Ix =
1152 cm4
Iy =
512 cm4
Jadi,
fx =
fy =
Momen akibat beban terpusat > momen
akibat beban terbagi rata, maka tegangan yang timbul ditentukan oleh beban
terpusat.
c.
Akibat Beban
Angin
·
Angin Tekan
qx = 8,25
kg⁄m = 0.0825 kg⁄cm
qy = 0
Ix = 1152
cm4
Iy
= 512 cm4
Jadi,
fx =
fy =
d.
Angin Hisap
Lendutan akibat angin hisap tidak
diperhitungkan, karena angin hisap hanya memperkecil lendutan.
Maka,
· Lendutan yang timbul terhadap sb. x – x
fx
= fx beban mati + fx
beban hidup + fx beban angin
= 0,381 +
0,320 + 0,06
= 0,761 cm
· Lendutan
yang timbul terhadap sb. y – y
fx
= fx beban mati + fx
beban hidup + fx beban angin
= 0,491 + 0,504 + 0
= 0,995
cm
Total lendutan
yang terjadi pada gording:
fytb =
=
= 1,252 cm
fytb = 1,252 cm < fmaks =
1,5 cm ....................................... (Aman)
Dari perhitungan dapat disimpulkan
bahwa gording yang direncanakan dengan ukuran 8/12 cm dapat digunakan, karena
telah memenuhi syarat control tegangan dan lendutan.
3.5
Perhitungan
Pembebanan
1. Beban
Mati
a. Penutup
atap
Penutup atap yang digunakan adalah
genteng beton = 50 kg/m2
Luas bidang yang diterima kuda-kuda = 2(11,09x3)
=
66,54 m2
Berat atap = 66,54 m2 x
50 kg/m2 = 3325 kg
b. Beban
gording
-
Jarak Gording = 1,1 m
-
Jumlah gording 1
kuda-kuda = 20 batang
-
Jarak kuda-kuda = 3 m
-
Ukuran kayu = 8/12
-
BJ kayu merbau = 0,88 g/cm3
Berat
gording = (0,08x0,12x(0,88x103) x 20 btag = 168.96 kg
c. Beban
kuda-kuda
·
Balok
tarik/Balok bint
Batang (7,8,9,10,11,12) = (2,67 x 6 btg) x 2 = 34,04 m
·
Balok kaki
kuda-kuda
Batang (1,2,3,4,5,6) = 3,255 x 6 btg = 19,53 m
·
Batang 13, 21 = 1,869 x 2 = 3,738 m
·
Batang 15,19 = 4,990 x 2 = 9,98 m
·
Batang 17 = 5,6 x 1 = 5,6 m
·
Batang
23,24,26,27 = (2,67 x 4 btg) x
2 = 21,36 m
·
Batang 14,20 = 3,255 x 2 = 6,51 m
·
Batang 16,18 = 5,659 x 2 = 11,318 m
·
Batang 28,29 = 1,330 x 2 = 2,66 m
·
Batang 24,25 = 2,67 x 2 =
5,34 m +
Panjang total keseluruhan batang
kuda-kuda = 118,076 m
Direncanakan kayu kuda-kuda kelas 1
(Merbau) dengan ukuran bagian dan bagian luar adalah :
·
Batang Bint
(6/16)
Panjang total balok bint = batang (7,8,9,10,11,12) x 2
=
32,04 m
Jadi berat balok bint = 0,06 x 0,16 x (0,88x103) x
32,04 m
=
270,673 kg
·
Balok Angin
(5/10)
Panjang balok angin = (btg 22,25) + (btg 23,24,26,27)
=
5,34 + 21,36
=
26,7 m
Jadi berat balok angin = (0,05 x 0,10 x (0,88x103)) x
26,7 m
=
117,48 kg
·
Bagian dalam
kuda-kuda
Panjang total = 59,336 m
Jadi berat bagian dalam = (0,08 x 0,12 x (0,88x103)) x
59,336
=
501,271 kg
Jadi berat keseluruhan kuda-kuda
adalah :
= 270,673 + 117,48 + 501,271
= 889,242 kg
d. Beban
plafond
-
Luas bidang
plafon untuk 1 kuda-kuda = 16 x 3 =
48 m
-
Berat plafond
asbes =
11 kg/m2
-
Penggantung
plafond = 7 kg/m2
Berat plafond untuk 1 kuda-kuda
adalah :
= (48 x 11) + (48 x 7)
= 864 kg
e. Berat
bubungan
Ukuran kayu bubungan = 5/10
Berat bubungan = (0,05 x
0,10)(3)(0,88x103)
=
13,2 kg
DL = beban kuda-kuda + beban atap +
beban gording + beban plafond +
beban bubungan
DL = 889,242+3325+168,96+864+13,2 =
5260,402 kg
2. Beban
Hidup
Beban hidup diambil berdasarkan
berat pekerja lengkap dengan perkakas kerja sebesar 100 kg.
Maka LL = 100 kg
3. Beban
Muatan Angin
Berdasarkan PPIUG 1983, tekanan
tiup angin dilaut dan ditepi laut ±5 km dari pantai di ambil minimum 25 kg/m2,
maka besar koefesien angin, yaitu :
·
Koefesien angin
tekan = 0,02 α – 0,4
= 0,02 (35o) – 0,4
= 0,3
Wtekan = 0,3 x 1,1 x 25 kg/m2
=
8,25 kg
Luas bidang tekan = 11,09 x 3 m
= 33,27 m
Ptekan =
0,3 x 33,27 x 25 kg/m2
=
266,16 kg
·
Koefesien angin
hisap = – 0,4
Whisap = - 0,4 x 1,1 x 25 kg/m2
=
11 kg/m (-)
Maka beban terpusat
dengan jarak antar kuda-kuda 3 m
Phisap =
- 0,4 x 33,27 x 25 kg/m2
=
332,7 kg (-)
·
Kombinasi I
Beban mati + Beban hidup = DL + LL
=
5260,402 kg + 100 kg
=
5360,402 kg
·
Kombinasi II
Beban mati + Beban hidup + Beban
angin
= DL + LL + WL
= 5598,504 kg + 100 kg + (8,25 x ½
x 11,09) + (11 x ½ x 11,09)
= 5360,402 + 45,746 + 60,995
= 5367,143 kg
4. Pelimpahan
Beban Pada Setiap Titik Buhul
P =
=
=
894,524 kg
½ P = 447,262 kg
Ptekan = 266,16 kg
Phisap = 332,7 kg
3.6
Pedimensian
Batang Kuda-kuda
3.6.1 Dimensi
batang tekan (batang 6)
Ukuran kayu = 8/12 cm
Pmak = 4728,548 kg
Panjang batang = 3,255 m
Ix = 1/12.b.h3 = 1/12 x 8 x 123 = 1152 cm4
Iy = 1/12.b3.h = 1/12 x 83 x
12 = 512 cm4
ixmin =
iymin =
=
=
= 3,46 cm = 2,30 cm
Lk = 0,5 . L
Lk = 0,5 . 3,255
Lk = 1,63 m = 163 cm
λx =
λy =
=
=
= 44,78 =
70,87
Diantara
nilai λx dan λy diambil nilai yang terbesar dalam
menentukan nilai faktor faktor tekuk (ω) sehingga λ = 70,87
Interpolasi
70 –
1,87
71 –
1,90
70,87
– x
x
– 1,87 = 0,0261
x = 1,8961
ω
= 1,8961 (hasil interpolasi)
sehingga
tegangan yang tibul
σtk
// ytb =
=
σtk
// ytb = 116,74 kg/cm2
< σtk // izin = 130 kg/cm2 ...................(aman)
Dipakai
kayu 8/12 untuk batang tekan
3.6.2 Dimensi
batang tarik (batang nomor 7)
Ukuran kayu = 6/16
Pmak = 4019,877 kg
Panjang batang = 2,67 m
σtk
// ytb =
=
σtr
// ytb = 52,34 kg/cm2
< σtr // izin = 130 kg/cm2 ...................(aman)
3.7
Perhitungan
Alat Sambung
Ukuran kayu = 8/12 cm
Jenis Kayu = Merbau (kelas I)
β =
1 (kontruksi terlindung)
δ =
1 (beban tetap)
σlt
= 150 kg/cm2
σtk// = σtr// = 130 kg/cm2
σtk = 40 kg/cm2
Ï„// = 20 kg/cm2
Diameter baut yang dipakai
Sambungan tampang satu = λ b = 4,8
λ b =
4,8 =
d =
1,67
dipakai
baut Ø3/4 inchi
Sambungan
tampang dua = λ b = 3,8
λ b =
3,8 =
d =
2,10
dipakai
baut Ø1 inchi
ukuran kayu = 6/16
Jenis Kayu = Merbau (kelas I)
β =
1 (kontruksi terlindung)
δ =
1 (beban tetap)
σlt
= 150 kg/cm2
σtk// = σtr// = 130 kg/cm2
σtk = 40 kg/cm2
Ï„// = 20 kg/cm2
Diameter baut yang dipakai
Sambungan tampang satu = λ b = 4,8
λ b =
4,8 =
d =
1,25
dipakai
baut Ø1/2 inchi
Sambungan
tampang dua = λ b = 3,8
λ b =
3,8 =
d =
1,578
dipakai
baut Ø5/8 inchi
3.8
Penyambungan
A. Titik
A
|
1 = 4431,114
|
|
7 = 4019,877
|
|
A
|
Sambungan baut yang digunakan Ø1
inchi
S =
125.d.b3 (1-0,6 sin α)
=
125 x 2,54 x 8 x (1-0,6 sin 35o)
=
1676,4 kg
S =
250.d.b1 (1-0,6 sin α)
=
250 x 2,54 x 6 x (1-0,6 sin 35o)
=
2514,6 kg
S =
480.d2 (1-0,35 sin α)
=
480 x (2,542) (1-0,35 sin 35o)
=
2477,41 kg
Diambil S minimum = 1676,4 kg
Jumlah baut yang digunakan pada
sambungan tersebut adalah :
n
=
= 2,64 3
buah baut
B. Titik
G
|
13 = 0
|
|
7 = 4019,877
|
|
8 = 4019,877
|
|
G
|
Sambungan penampang II
Sambungan baut yang digunakan Ø1
inchi
S =
125.d.b3 (1-0,6 sin α)
=
125 x 2,54 x 8 x (1-0,6 sin 35o)
=
1676,4 kg
S =
250.d.b1 (1-0,6 sin α)
=
250 x 2,54 x 6 x (1-0,6 sin 35o)
=
2514,6 kg
S =
480.d2 (1-0,35 sin α)
=
480 x (2,542) (1-0,35 sin 35o)
=
2477,41 kg
Diambil S minimum = 1676,4 kg
Jumlah baut yang digunakan pada
sambungan tersebut adalah :
n
=
= 2,40 3
buah baut
C. Titik
F
|
15 = 609,620
|
|
8 = 4019,877
|
|
9 = 3147,403
|
|
F
|
|
14 = 1061,696
|
Sambungan penampang II
Sambungan baut yang digunakan Ø1
inchi
S =
125.d.b3 (1-0,6 sin α)
=
125 x 2,54 x 8 x (1-0,6 sin 35o)
=
1676,4 kg
S =
250.d.b1 (1-0,6 sin α)
=
250 x 2,54 x 6 x (1-0,6 sin 35o)
=
2514,6 kg
S =
480.d2 (1-0,35 sin α)
=
480 x (2,542) (1-0,35 sin 35o)
=
2477,41 kg
Diambil S minimum = 1676,4 kg
Jumlah baut yang digunakan pada
sambungan tersebut adalah :
n
=
= 2,40 3
buah baut
Perhitungan luas bidang takikan
Luas takikan batang 14 terhadap
batang 15
Untuk batang 14 tidak memerlukan
baut, karena batang tampang satu, cukup ditakik saja dan dipasang plat pengukuh
yang disyaratkan
Tv =
=
1,11 < 1/6 h ..............................................(memenuhi syarat)
Besar bidang takikan boleh di ambil
1,98 cm
D.
|
17 = 2519,657
|
|
9 = 3147,403
|
|
10 = 2843,315
|
|
E
|
|
16 = 1499,505
|
|
18 = 1599,315
|
Sambungan penampang II
Sambungan baut yang digunakan Ø1
inchi
S =
125.d.b3 (1-0,6 sin α)
=
125 x 2,54 x 8 x (1-0,6 sin 35o)
=
1676,4 kg
S =
250.d.b1 (1-0,6 sin α)
=
250 x 2,54 x 6 x (1-0,6 sin 35o)
=
2514,6 kg
S =
480.d2 (1-0,35 sin α)
=
480 x (2,542) (1-0,35 sin 35o)
=
2477,41 kg
Diambil S minimum = 1676,4 kg
Jumlah baut yang digunakan pada
sambungan tersebut adalah :
n
=
= 1,88 2
buah baut
Perhitungan luas bidang takikan
Luas batang takikan batang 16, 18
terhadap batang 17
Untuk batang 16 dan 18 tidak memerlukan
baut, karena batang tampang satu, cukup ditakik saja dan dipasang plat pengukuh
yang disyaratkan
Tv =
=
1,78 < 1/6 h ..............................................(memenuhi syarat)
Besar bidang takikan boleh di ambil
1,98 cm
E.
|
B
|
|
1 = 4431,114
|
|
14 = 1061,696
|
|
2 = 3555,730
|
|
13 = 0
|
|
22 = 0
|
Sambungan penampang II
Sambungan baut yang digunakan Ø1
inchi
S =
125.d.b3 (1-0,6 sin α)
=
125 x 2,54 x 8 x (1-0,6 sin 35o)
=
1676,4 kg
S =
250.d.b1 (1-0,6 sin α)
=
250 x 2,54 x 6 x (1-0,6 sin 35o)
=
2514,6 kg
S =
480.d2 (1-0,35 sin α)
=
480 x (2,542) (1-0,35 sin 35o)
=
2477,41 kg
Diambil S minimum = 1676,4 kg
Jumlah baut yang digunakan pada
sambungan tersebut adalah :
n
=
= 2,64 3
buah baut
Perhitungan luas bidang takikan
Luas batang takikan batang 13 dan
14 terhadap batang 1 dan 2
Untuk batang 13 dan 14 tidak
memerlukan baut, karena batang tampang satu, cukup ditakik saja dan dipasang
plat pengukuh yang disyaratkan
Tv =
=
1,18 < 1/6 h ..............................................(memenuhi syarat)
Besar bidang takikan boleh di ambil
2 cm
F.
Titik C
|
C
|
|
2 = 3555,730
|
|
16 = 1499,505
|
|
3 = 2677,203
|
|
15 = 609,620
|
|
22 = 0
|
Sambungan penampang II
Sambungan baut yang digunakan Ø1
inchi
S =
125.d.b3 (1-0,6 sin α)
=
125 x 2,54 x 8 x (1-0,6 sin 35o)
=
1676,4 kg
S =
250.d.b1 (1-0,6 sin α)
=
250 x 2,54 x 6 x (1-0,6 sin 35o)
=
2514,6 kg
S =
480.d2 (1-0,35 sin α)
=
480 x (2,542) (1-0,35 sin 35o)
=
2477,41 kg
Diambil S minimum = 1676,4 kg
Jumlah baut yang digunakan pada
sambungan tersebut adalah :
n
=
= 2,12 3
buah baut
Perhitungan luas bidang takikan
Luas batang takikan batang 15, 16
terhadap batang 2 dan 3
Untuk batang 15 dan 16 tidak
memerlukan baut, karena batang tampang satu, cukup ditakik saja dan dipasang
plat pengukuh yang disyaratkan
Tv =
=
1,67 < 1/6 h ..............................................(memenuhi syarat)
Besar bidang takikan boleh di ambil
1,04 cm
G. Titik
D
|
D
|
|
3 = 2677,203
|
|
4 = 2921,405
|
|
17 = 2519,657
|
Perhitungan luas bidang takikan
Luas batang takikan batang 15, 16
terhadap batang 2 dan 3
Untuk batang 15 dan 16 tidak
memerlukan baut, karena batang tampang satu, cukup ditakik saja dan dipasang
plat pengukuh yang disyaratkan
Tv =
=
1,89 < 1/6 h ..............................................(memenuhi syarat)
3.9
Sambungan
Perpanjangan
A.
Sambungan balok mendatar (Bint)
·
Gaya terbesar yang timbul dari balok bint, P = 4019,877
kg
·
Ukuran kayu balok bint = 2x6/16
·
Ukuran plat penyambung digunakan = 8/16 cm
·
Sambungan tampang II, golongan kayu kelas I
Menurut
PPKI 1983 nilai λ = 3,8
λ b =
3,8 =
d
= 1,59
Dipakai baut Ø5/8, α = 0o
S =
125.d.b3 (1-0,6 sin α)
=
125 x 1,59 x 8 x (1-0,6 sin 0o)
=
1590 kg
S =
250.d.b1 (1-0,6 sin α)
=
250 x 1,59 x 6 x (1-0,6 sin 0o)
=
2385 kg
S =
480.d2 (1-0,35 sin α)
=
480 x (1,592) (1-0,35 sin 0o)
=
1213,59 kg
Diambil S minimum, S = 1590 kg
Jadi jumlah baut yang digunakan
pada sambungan tersebut, adalah :
n
=
= 2,53 4
buah baut
Kontrol
jarak baut :
5d
= 5 x 1,59 = 7,95 = 8 cm (antara sumbu baut dengan sumbu baut dalam arah gaya)
7d
= 7 x 1,59 = 11,13 = 12 cm (antara sumbu baut dan ujung kayu yang dibebani)
3d
= 3 x 1,59 = 4,77 = 5 cm (antara sumbu baut dengan sumbu baut dalam arah tegak
lurus arah gaya)
2d
= 2 x 1,59 = 3,18 = 4 cm (antara sumbu baut dengan tepi kayu)
B.
Sambungan balok kaki kuda-kuda
·
Gaya terbesar yang timbul, P = 4728,548 kg
·
Ukuran balok
kaki kuda-kuda = 8/12
·
Ukuran plat
penyambung digunakan = 2 x 6/12
·
Sambungan
tampang II
Menurut PPKI 1983 nilai λ = 3,8
λ b =
3,8 =
d
= 2,11
Dipakai baut Ø1, α = 0o
S =
125.d.b3 (1-0,6 sin α)
=
125 x 2,54 x 8 x (1-0,6 sin 0o)
=
2540 kg
S =
250.d.b1 (1-0,6 sin α)
=
250 x 2,54 x 6 x (1-0,6 sin 0o)
=
3810 kg
S =
480.d2 (1-0,35 sin α)
=
480 x (2,542) (1-0,35 sin 0o)
=
3096,76 kg
Diambil S minimum, S = 2540 kg
Jadi jumlah baut yang digunakan
pada sambungan tersebut,adalah :
n
=
= 1,86 2
buah baut
Kontrol
jarak baut :
5d = 5 x 2,54 = 12,7 = 13 cm
(antara sumbu baut dengan sumbubaut dalam arah gaya)
7d = x 2,54 = 17,78 = 18 cm (antara sumbu baut dan
ujung kayu yang dibebani)
3d = 3 x 2,54 = 7,62 = 8 cm (antara
sumbu baut dengan sumbu baut dalam arah tegak lurus arah gaya)
2d = 2 x 2,54 = 5,08 = 6 cm (antara
sumbu baut dengan tepi kayu)
BAB IV
DISKRIPSI HASIL
4.1 Perhitungan Panjang Batang pada
Setiap Batang Kuda-Kuda Kayu
Pada perhitungan
panjang setiap batang kerangka kuda-kuda ini, direncanakan batang ganda profil
baja siku-siku sama kaki.
1 . Tabel panjang batang.
|
No. Batang
|
Panjang Per Batang (m)
|
|
D1,D2,D3 =
D4,D5,D6
|
3,255
|
|
H7=H8=H9=H10=H11=H12
|
2,67 (2 btg)
|
|
V13 = V21
|
1,869
|
|
V15 = V19
|
4,990
|
|
V17
|
5,6
|
|
H22 = H25
|
2,67 (2 btg)
|
|
H23,H24 = H26,H27
|
2,67 (2 btg)
|
|
D14 = D20
|
3,255
|
|
D16 = D18
|
5,659
|
|
D28 = D29
|
1,330
|
4.2
Perhitungan Pembebanan
Perhitungan pembebanan dihitung
berdasarkan buku Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983, dari
Direktorat Penyelidik Masalah Bangunan, Bandung, yaitu :
1.
Perhitungan beban mati total (p) = 5260,402 kg
2. Perhitungan beban angin :
-
Beban angin tekan = + 226,16 kg
-
Beban angin hisap =
- 332,7 kg
4.3 Kombinasi Beban
Perhitungan
kombinasi beban dihitung berdasarkan PPIUG 1983,
dari Direktorat Penyelidik Masalah Bangunan, Bandung, yaitu :
1. Kombinasi 1
-
(beban
mati + beban hidup) = 5360,402 kg
2.
Kombinasi 2
-
(beban
mati + beban hidup + beban angin ) =
5367,143 kg
4.4 Pendimensian
Gording
Perhitungan
pendimensian gording dihitung berdasarkan buku PPKI-1961.
1. Gording menggunakan
kayu merbau
dengan ukuran 8/10 cm.
2. Kontrol
tegangan akibat momen yang timbul
- Akibat muatan primer (σ lt//ytb)
= 122,26 kg/cm2 <
= 150 kg/cm2 ……............... (aman)
- Akibat muatan sekunder (σ lt//ytb)
= 147,094
kg/cm2 <
= 187,5 kg/cm2 ..........…...... (aman)
3. Kontrol lendutan untuk
gording
= 1,252 cm <
= 1,5 cm …….................................. (aman)
4.5
Perhitungan Alat Sambung Baut
Pada perhitungan alat
sambung di setiap pertemuan batang kerangka kuda-kuda kayu direncanakan dengan menggunakan sambung baut pada tampang dua
berdiameter
1 inchi.
Banyak baut yang digunakan pada tiap-tiap titik buhul sebagai
berikut :
|
1. Titik A = 3 baut
2. Titik B = 3 baut
3. Titik C = 3 baut
|
4. Titik E = 2 baut
5. Titik F = 3 baut
6. Titik G = 3 baut
|
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
Berdasarkan
perhitungan dan perencanaan kuda-kuda kayu yang telah dibuat, penulis dapat
mengambil kesimpulan dan saran antara lain :
5.1 Kesimpulan
1.
Perhitungan
gaya-gaya pada konstruksi kuda-kuda berdasarkan metode Cremona.
2.
Pembebanan
yang diakibatkan konstruksi kuda-kuda adalah beban mati (berat sendiri), beban
hidup (berat pekerja beserta alat-alatnya), dan beban sementara.
3.
Kayu
yang digunakan adalah kayu merbau yang
tergolong pada kuat kayu kelas I
5.2 Saran
1. Sebelum memberikan tugas rancangan
(khususnya rancangan struktur kayu I) sebaiknya pembimbing dapat memberi
penjelasan mengenai tugas rancangan ini.
2. Dalam pengerjaan tugas ini penulis
menyarankan kepada pembaca untuk dapat lebih teliti dalam melakukan
perhitungan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1983, Peraturan
Pembebanan Indonesia Untuk Gedung, Departemen Pekerjaan Umum.
Anonim, 1961, Peraturan Konstruksi Kayu
Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum.
I Putu Laintarawan, ST, MT.
dkk, 2009, Bahan Ajar Konstruksi Kayu,
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas teknik Universitas Hindu indonesia.
Intan Marisa F. dkk, 2012, Perencanaan Konstruksi
Kuda-kuda Kayu, Teknik Sipil, Politeknik Negeri Lhokseumawe.
No comments:
Post a Comment