BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Al Qur'an adalah firman Allah yang di dalamnya
terkandung banyak sekali sisi keajaiban yang membuktikan fakta ini. Salah
satunya adalah fakta bahwa sejumlah kebenaran ilmiah yang hanya mampu kita
ungkap dengan teknologi abad ke-20 ternyata telah dinyatakan Al Qur'an lebih
dari 1.400 tahun lalu. Tetapi, Al Qur'an tentu saja bukanlah kitab ilmu
pengetahuan. Namun, dalam sejumlah ayatnya terdapat banyak fakta ilmiah yang
dinyatakan secara sangat akurat dan benar yang baru dapat ditemukan dengan
teknologi abad ke-20. Fakta-fakta ini belum dapat diketahui di masa Al Qur'an
diwahyukan, dan ini semakin membuktikan bahwa Al Qur'an adalah firman Allah.
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw
diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan
batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana
terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan
agung. Sumber ajaran islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau
menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila
dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata (Sudarsono, 1992:1).
Dengan demikian sumber ajaran islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar,
acuan, atau pedoman syariat islam. Ajaran Islam adalah pengembangan agama
Islam. Agama Islam bersumber dari Al-Quran yang memuat wahyu Allah dan al-Hadis
yang memuat Sunnah Rasulullah. Komponen utama agama Islam atau unsur utama
ajaran agama Islam (akidah, syari‟ah dan akhlak) dikembangkan dengan rakyu atau
akal pikiran manusia yang memenuhi syarat runtuk mengembangkannya. Mempelajari
agama Islam merupakan fardhu ‟ain , yakni kewajiban pribadi setiap muslim dan
muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh akal
pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat.
Allah telah menetapkan sumber ajaran Islam yang wajib
diikuti oleh setiap muslim. Ketetapan Allah itu terdapat dalam Surat An-Nisa
(4) ayat 59 yang artinya :” Hai orang-orang yang beriman, taatilah (kehendak)
Allah, taatilah (kehendak) Rasul-Nya, dan (kehendak) ulil amri di antara kamu
...”.
Menurut ayat
tersebut setiap mukmin wajib mengikuti kehendak Allah, kehendak Rasul dan
kehendak ‟penguasa‟ atau ulil amri (kalangan) mereka sendiri. Kehendak Allah kini
terekam dalam Al-Quran, kehendak Rasul terhimpun sekarang dalam al Hadis,
kehendak ‟penguasa‟ (ulil amri) termaktum dalam kitab-kitab hasil karyaorang
yang memenuhi syarat karena mempunyai ”kekuasaan” berupa ilmu pengetahuan. Pada umumnya para ulama fikih
sependapat bahwa sumber utama hukum islam adalah Alquran dan hadist. Dalam
sabdanya Rasulullah SAW bersabda : “Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang
karenanya kalian tidak akan tersesat
selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah dan sunnahku.”
Dan disamping itu pula para ulama fikih menjadikan
ijtihad sebagai salah satu dasar hukum islam, setelah Alquran dan hadist.
Berijtihad adalah berusaha sungguh-sungguh dengan mempergunakan seluruh
kemampuan akal pikiran, pengetahuan dan pengalaman manusia yang memenuhi syarat
untuk mengkaji dan memahami wahyu dan sunnah serta mengalirkan ajaran,
termasuka ajaran mengenai hukum (fikih) Islam dari keduanya.
1.2
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang diatas
dapat dirumuskan malasah, berikut ini :
1.
Apa itu
Al-Qur’an, hadits dan ijtihad?
2.
Kapan
Al-Qur’an dan Hadits mulai dibukukan?
3.
Kapan
Ijtihad muncul?
4.
Apa saja
yang masuk dalam kategori ijtihad?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
AL-QUR'AN
Al-Qur'an
(ejaan KBBI: Alquran, dalam bahasa Arab ÞõÑúÂä) adalah kitab suci agama Islam.
Umat Islam memercayai bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah
yang diperuntukkan bagi manusia, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW
melalui perantaraan Malaikat Jibril.
Ditinjau dari segi
kebahasaan (etimologi), Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang".
Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat
juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18
Surah Al-Qiyamah.
“Sesungguhnya
mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada
lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah
membacakannya, hendaklah kamu ikuti bacaannya”.(75:17-75:18)
2.1.1
Terminologi
Sebuah cover dari mushaf
Al-Qur'an Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut: “Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan
dengan mutawatir di mana membacanya termasuk ibadah”. Adapun
Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut: "Al-Qur'an
adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan
ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara
mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai
dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas".
Dengan definisi tersebut
di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang
diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada
umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti
Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an.
2.1.2
Nama-nama lain Al-Qur'an
Dalam
Al-Qur'an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang
digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur'an itu sendiri. Berikut adalah nama-nama
tersebut dan ayat yang mencantumkannya:
1.
Al-Kitab,
QS(2:2),QS (44:2)
2.
Al-Furqan
(pembeda benar salah): QS(25:1)
3.
Adz-Dzikr
(pemberi peringatan): QS(15:9)
4.
Al-Mau'idhah
(pelajaran/nasehat): QS(10:57)
5.
Al-Hukm
(peraturan/hukum): QS(13:37)
6.
Al-Hikmah
(kebijaksanaan): QS(17:39)
7.
Asy-Syifa'
(obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82)
8.
Al-Huda
(petunjuk): QS(72:13), QS(9:33)
9.
At-Tanzil
(yang diturunkan): QS(26:192)
10. Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)
11. Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)
12. Al-Bayan (penerang): QS(3:138)
13. Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6)
14. Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102)
15. An-Nur (cahaya): QS(4:174)
16. Al-Basha'ir (pedoman): QS(45:20)
17. Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52)
18. Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)
2.1.3
Struktur dan pembagian Al-Qur'an
Surat, ayat dan ruku' Al-Qur'an terdiri atas
114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat). Setiap surat akan terdiri
atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al
Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar dan
Al-‘A?r. Total jumlah ayat dalam Al-Qur'an mencapai 6236 ayat di mana jumlah
ini dapat bervariasi menurut pendapat tertentu namun bukan disebabkan perbedaan
isi melainkan karena cara/aturan menghitung yang diterapkan. Surat-surat yang
panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku' yang membahas tema
atau topik tertentu.
2.1.4
Makkiyah dan Madaniyah
Sejarah
Al-Qur'an hingga berbentuk mushaf Manuskrip dari Al-Andalus abad ke-12
Penurunan Al-Qur'an Dipercayai oleh umat Islam bahwa penurunan Al-Qur'an
terjadi secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Oleh para ulama membagi masa
turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah.
Periode Mekkah berlangsung selama 13 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan
surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan
periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun
dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah. Pembagian
berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih tepat,sebab ada surat
Madaniyah yang turun di Mekkah.
2.1.5
Juz dan manzil
Dalam skema pembagian lain, Al-Qur'an juga
terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama yang dikenal dengan nama juz. Pembagian ini untuk memudahkan
mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur'an dalam 30 hari (satu bulan).
Pembagian lain yakni manzil memecah
Al-Qur'an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan dalam 7 hari (satu
minggu). Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan dengan pembagian
subyek bahasan tertentu.
2.1.6
Menurut ukuran surat
Kemudian dari segi panjang-pendeknya,
surat-surat yang ada didalam Al-Qur’an terbagi menjadi empat bagian, yaitu: As
Sab’uththiwaal (tujuh surat yang panjang). Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran,
An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idah dan Yunus Al Miuun (seratus
ayat lebih), seperti Hud, Yusuf, Mu'min dan sebagainya Al Matsaani
(kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijr dan
sebagainya Al Mufashshal (surat-surat pendek), seperti Adh-Dhuha,
Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan sebagainya.
2.1.7
Penulisan Al-Qur'an dan perkembangannya
Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks)
Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya
menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifah
Utsman bin Affan.
1.
Pengumpulan Al-Qur'an di masa Rasullulah SAW
Pada masa ketika Nabi
Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk
menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu
Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu
tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu
berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu,
pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga
sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu
diturunkan.
2.
Pengumpulan Al-Qur'an di masa Khulafaur
Rasyidin
A.
Pada
masa pemerintahan Abu Bakar
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi
beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang
mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang
signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan
tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan
Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas
memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut.
Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam
satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf
tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai
khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang
juga istri Nabi Muhammad SAW.
B.
Pada
masa pemerintahan Utsman bin Affan
Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni
Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at)
yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal
dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia
mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang
dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar
tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani
yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh
mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk
dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten
terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam penulisan dan
pembacaan Al-Qur'an. Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalam Al-Mashahif,
dengan sanad yang shahih: Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan:
Katakanlah segala yang baik tentang Utsman. Demi
Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Qur'an sudah atas
persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu tentang isu qira'at
ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira'atnya
lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu kekufuran'. Kami
berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab, 'Aku berpendapat agar umat
bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan
perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."
Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam
Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang
dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah selanjutnya
Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada
padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang
Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin
Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak
mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish
tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al Qur'an turun dalam
dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada
Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman,
Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).
2.1.8
Upaya penerjemahan dan penafsiran Al Qur'an
Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al
Qur'an telah menghasilkan proses penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih
dalam, mengupas makna) dalam berbagai bahasa. Namun demikian hasil usaha
tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk menduplikasi atau
menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab. Kedudukan terjemahan dan tafsir
yang dihasilkan tidak sama dengan Al-Qur'an itu sendiri.
2.1.9
Terjemahan
Terjemahan Al-Qur'an adalah hasil usaha
penerjemahan secara literal teks Al-Qur'an yang tidak dibarengi dengan usaha
interpretasi lebih jauh. Terjemahan secara literal tidak boleh dianggap sebagai
arti sesungguhnya dari Al-Qur'an. Sebab Al-Qur'an menggunakan suatu lafazh
dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi; terkadang untuk
arti hakiki, terkadang pula untuk arti majazi (kiasan) atau arti dan maksud
lainnya.
1.
Terjemahan
dalam bahasa Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:
1)
Al-Qur'an
dan Terjemahannya, oleh Departemen Agama Republik Indonesia, ada dua
edisi revisi, yaitu tahun 1989 dan 2002
2)
Terjemah
Al-Qur'an, oleh Prof. Mahmud Yunus
3)
An-Nur,
oleh Prof. T.M. Hasbi Ash-Siddieqy
4)
Al-Furqan,
oleh A.Hassan guru PERSIS
2.
Terjemahan
dalam bahasa Inggris
a.
The Holy
Qur'an: Text, Translation and Commentary, oleh Abdullah Yusuf Ali
b.
The
Meaning of the Holy Qur'an, oleh Marmaduke Pickthall
3.
Terjemahan dalam bahasa
daerah Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:
a.
Qur'an Kejawen (bahasa
Jawa), oleh Kemajuan Islam Jogyakarta
b.
Qur'an Suadawiah (bahasa
Sunda)
c.
Qur'an bahasa Sunda
oleh K.H. Qomaruddien
d.
Al-Ibriz
(bahasa Jawa), oleh K. Bisyri Mustafa Rembang
e.
Al-Qur'an
Suci Basa Jawi (bahasa Jawa), oleh Prof. K.H.R. Muhamad Adnan
f.
Al-Amin
(bahasa Sunda)
2.1.10 Adab
Terhadap Al-Qur'an
Sebelum menyentuh sebuah
mushaf Al-Qur'an, seorang Muslim dianjurkan untuk menyucikan dirinya terlebih
dahulu dengan berwudhu. Hal ini berdasarkan tradisi dan interpretasi secara
literal dari surat Al Waaqi'ah ayat 77 hingga 79.
“Sesungguhnya
Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya
kecuali orang-orang yang disucikan”.
Penghormatan terhadap teks tertulis Al-Qur'an
adalah salah satu unsur penting kepercayaan bagi sebagian besar Muslim. Mereka
memercayai bahwa penghinaan secara sengaja terhadap Al Qur'an adalah sebuah
bentuk penghinaan serius terhadap sesuatu yang suci. Berdasarkan hukum pada
beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim, hukuman untuk hal ini dapat
berupa penjara kurungan dalam waktu yang lama dan bahkan ada yang menerapkan
hukuman mati.
2.1.11 Hubungan
dengan kitab-kitab lain
Berkaitan dengan adanya kitab-kitab yang
dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Muhammad SAW dalam agama Islam
(Taurat, Zabur, Injil, lembaran Ibrahim), Al-Qur'an dalam beberapa ayatnya
menegaskan posisinya terhadap kitab-kitab tersebut. Berikut adalah pernyataan
Al-Qur'an yang tentunya menjadi doktrin bagi ummat Islam mengenai hubungan
Al-Qur'an dengan kitab-kitab tersebut:
1.
Bahwa
Al-Qur'an menuntut kepercayaan ummat Islam terhadap eksistensi kitab-kitab
tersebut. QS(2:4)
2.
Bahwa
Al-Qur'an diposisikan sebagai pembenar dan batu ujian (verifikator) bagi
kitab-kitab sebelumnya. QS(5:48)
3.
Bahwa
Al-Qur'an menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara
ummat-ummat rasul yang berbeda. QS(16:63-64)
4.
Bahwa
Al-Qur'an meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur'an terdapat cerita-cerita mengenai
kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai
kehidupan para rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek penting
berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik oleh
Yahudi maupun Kristen.
2.2
AS-SUNNAH
2.2.1
Assunnah
Assunnah
secara bahasa diartikan sebagai jalan yang biasa ditempuh, jalan yang terpuji. Dalam buku yang lain Assunnah didefinisikan
sebagai sesuatu yang berjalan. Secara istilah Assunnah didefinisikan sebagai
segala perbuatan, perkataan, penetapan dan siroh nabi Muhammad SAW baik sebelum
bi’tsah maupun setelah bi’tsah.
2.2.2
Al-hadits
Menurut bahasa kata hadits memiliki arti;
1.
al jadid
minal asyya’ (sesuatu yang baru), lawan dari qodim. Hal ini mencakup sesuatu
(perkataan), baik banyak ataupun sedikit.
2.
Qorib
(yang dekat)
3.
Khabar
(warta), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada
orang lain dan ada kemungkinan benar atau salahnya.
Dari makna inilah diambil perkataan hadits
Rasulullah saw. Adapun hadits menurut istilah ahli hadits hampir sama (murodif)
dengan sunah, yang mana keduanya memiliki arti segala sesuatu yang berasal dari Rasul, baik setelah diangkat ataupun sebelumnya. Akan tetapi kalau kita
memandang lafadz hadits secara khusus adalah segala sesuatu yang diriwayatkan
dari Nabi Muhammad saw. setelah diangkat menjadi nabi, yang berupa ucapan,
perbuatan, dan taqrir beliau. Oleh sebab itu, sunah lebih umum daripada hadits.
Hadis adalah segala sesuatu yang datang dari
Nabi saw, baik yang berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, ataupun sifat.
Contoh Jenis dan ragam Hadits :
1.
Hadits
yang berupa perkataan ( qaul ), Contoh : Rasulullah SAW bersabda : “
sesungguhnya amal-amal itu bergantung pada niatnya” (HR Bukhori Muslim)
2.
Hadits yang berupa
perbuatan ( fi’il) : biasanya berupa penggambaran sahabat tentang perbuatan
Rasulullah, seperti : wudhu Rasulullah, shalat beliau, cara haji, dll.
3.
Ketetapan ( taqrir ),
yaitu diam atau persetujuan Rasulullah SAW saat melihat atau mendengar sesuatu
dikerjakan oleh para sahabat. diantaranya hadits yang diriwayatkan dari Abu
Said AlKhudry, ia berkata : Dua orang keluar bepergian, kemudian datang waktu
sholat dan tidak ada air pada mereka, maka kemudian mereka bertayammum dengan
tanah dan sholat. Kemudian (setelah berjalan lagi) mereka
menemukan air dan masih dalam waktu sholat. Maka seorang dari mereka mengulang
wudhu dan sholatnya, sementara yang lainnya tidak. Kemudian mereka mendatangi
Rasulullah SAW dan menyebutkan hal tersebut, maka Rasulullah mengatakan pada
yang tidak mengulangi sholat dan wudhu : “ engkau mendapatkan sunnah, dan
sholatmu sah “, dan mengatakan pada yang mengulangi sholat dan wudhu : “ bagimu
pahala dua kali “. ( HR Abu Daud & an-Nasa’i)
4.
Sifat atau Siroh, berupa
penggambaran sifat-sifat Rasulullah SAW, baik secara fisik maupun akhlak. diantaranya
hadits : dari Jabir bin Abdullah ia berkata : Rasulullah SAW tidak pernah
melihatku sejak aku masuk islam kecuali ia senantiasa tersenyum padaku . ( HR
Tirmidzi )
2.2.3
As-Sunnah
sebagai sumber nilai.
Sunnah
adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin) yang kedua setelah
al-Qur'an. Bagi mereka yang telah beriman kepada al-Qur'an sebagai sumber
hukum, maka secara otomatis harus percaya bahwa sunnah sebagai sumber Islam
juga. Ayat-ayat al-Qur'an cukup banyak untuk dijadikan alasan yang pasti tentang
hal ini, seperti:
1.
Setiap
Mu'min harus percaya kepada Allah dan Rasul-Nya (al-Anfal:20, Muhammad:33,
An-Nisa':59, Ali 'Imran:32, al-Mujadalah:13, an-Nur:54, al-Ma'ida:92).
2.
Kepatuhan
kepada Rasul berarti patuh dan cinta kepada Allah (an-Nisa':80, li 'Imran:31).
3.
Orang-orang
yang menyalahi sunnah akan mendapatkan siksa (al-Anfal:13, al-Mujadalah:5,
an-Nisa':115).
4.
Berhukum
terhadap sunnah adalah tanda orang yang beriman (an-Nisa':65).
Kemudian perhatikan ayat-ayat: an-Nur:52, al-Hasyr:4, al-Mujadalah:20, an-Nisa':64 dan 69, al-Ahzab:36 dan 71, al-Hujurat:1, al-Hasyr:7, dan sebagainya.
Kemudian perhatikan ayat-ayat: an-Nur:52, al-Hasyr:4, al-Mujadalah:20, an-Nisa':64 dan 69, al-Ahzab:36 dan 71, al-Hujurat:1, al-Hasyr:7, dan sebagainya.
Apabila sunnah tidak berfungsi sebagai sumber
hukum, maka kaum Muslimin akan mendapatkan kesulitan-kesulitan dalam hal: cara
shalat, kadar dan ketentuan zakat, cara haji, dan lain sebagainya. Sebab
ayat-ayat al-Qur'an dalam hal tersebut hanya berbicara secara global dan umum,
dan yang menjelaskan secara terperinci justru sunnah Rasulullah. Selain itu
juga akan mendapatkan kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang
musytarak, muhtamal, dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan sunnah untuk
menjelaskannnya. Dan apabila penafsiran-penafsiran tersebut hanya didasarkan
kepada pertimbangan rasio sudah barang tentu akan melahirkan tafsiran-tafsiran
yang sangat subjektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
2.2.4
Hubungan
as-Sunnah dan al-Qur'an.
Dalam
hubungan dengan al-Qur'an , maka as-Sunnah berfungsi sebagai penafsir,
pensyarah, penjelas atas ayat-ayat tertentu. Apabila disimpulkan tentang fungsi
as-Sunnah dalam hubungan dengan al-Qur'an itu adalah sebagai berikut:
1.
Bayan
Tafsir, yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum mujmal dan musytarak.
Seperti hadits: "Shallukama ra'aitumuni ushalli" (shalatlah kamu
sebagaimana kamu melihatku shalat) adalah merupakan tafsiran dari ayat
al-Qur'an yang umum, yaitu: "Aqimush-shalah" (kerjakan shalat).
Demikian pula dengan hadits: "khudzu 'annimanasikakum" (ambilah
dariku perbuatan hajiku) adalah tafsiran ayat al-Qur'an
"Waatimmulhajja" (dan sempurnakan hajimu).
2.
Bayan Taqrir, yaitu
as-Sunnah yang berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-Qur'an,
seperti hadits yang berbunyi: "Shaumul liru'yatihi
wafthiruliru'yatihi" (berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah
karena melihatnya) adalah memperkokoh ayat al-Qur'an dalam surat
al-Baqarah:185.
3.
Bayan Taudhih, yaitu
menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat al-Qu r'an, seperti pernyataan Nabi:
"Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu
yang sudah dizakati" adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat al-Qur'an
dalam surat at-Taubah:34 yang berbunyi sebagai berikut: "Dan orang-orang
yang menyimpan mas dan perak yang kemudian tidak membelanjakannya di jalan
Allah maka gembirakanlah mereka dengan azab yang sangat pedih". Pada
waktu ayat ini turun banyak para sahabat yang merasa berat untuk melaksanakan
perintah ini, maka mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab dengan
hadits tersebut.
2.2.5
Perbedaan
antara al-Qur'an dan al-Hadits sebagai sumber hukum.
Sekalipun
al-Qur'an dan as-Sunnah/al-Hadits sebagai sumber hukum Islam namun di antara
keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil. Perbedaan-perbedaan
tersebut antara lain:
1.
al-Qur'an
nilai kebenarannya adalah qath'i (absolut), sedangkan al-Hadits adalah zhanni
(kecuali hadits mutawatir).
2.
Seluruh
ayat al-Qur'an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup, tetapi tidak semua hadits
kita jadikan sebagai pedoman hidup. Sebab di samping ada sunnah yang tasyri'
ada juga sunnah yang ghairu tasyri'. Di samping ada hadits yang shahih (kuat)
ada pula hadits yang dha'if (lemah),dan seterusnya.
3.
Al-Qur'an
sudah pasti otentik lafazh dan maknanya, sedangkan hadits tidak.
4.
Apabila al-Qur'an
berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib maka setiap
Muslim wajib mengimaninya, tetapi tidak demikian apabila masalah-masalah
tersebut diungkapkan oleh hadits (ada yang wajib diimani dan ada yang tidak).
2.3
IJTIHAD
Ijtihad adalah sebuah
usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja
yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak
dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan
matang. Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan
bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam.
Tujuan ijtihad adalah
untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam beribadah
kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu.
Dasar disyariatkannya ijtihad adalah :
2.3.1
Fungsi
Ijtihad
Meski Al
Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal
dalam kehidupan manusia diatur secara detil oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain
itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern.
Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan
aturan-aturan baru dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama
sehari-hari.
Jika terjadi persoalan
baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu
tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu
sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya
sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada
sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan
tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam
Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan
Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham
Al Quran dan Al Hadist.
2.3.2
Jenis-jenis
ijtihad
A.
Ijma'
Adalah
keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk
kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil
dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang
berwenang untuk diikuti seluruh umat.
Adapun ijma’ dilihat dari cara perolehannya
terbagi menjadi dua, yaitu:
1.
Ijma’
shahih, yaitu kesepakatan para mujtahid suatu masa terhadap sesuatu yang baru
2.
Ijma’
sukuty, yaitu kesepakatan para mujtahid suatu masa terhadap sesutau yang baru
dimana sebagian berpendapat dengan pendapat yang jelas sementara yang lainnya
tidak berpendapat namun melakukannya.
B.
Qiyâs
Beberapa definisi qiyâs' (analogi)
1.
Menyimpulkan
hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik persamaan
diantara keduanya.
2.
Membuktikan
hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan
diantaranya.
3.
Tindakan
menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam Al-Qur'an atau Hadis
dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (ilat).
Perbedaan di atas menunjukkan bahwa qiyas masih
dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : qiyas ‘illat, qiyas sibh, dan qiyas aula
C.
Istihsân
Beberapa definisi
Istihsân
1.
Fatwa yang dikeluarkan
oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal itu adalah benar.
2.
Argumentasi dalam pikiran
seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan olehnya.
3.
Mengganti argumen
dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang banyak.
4.
Tindakan memutuskan suatu
perkara untuk mencegah kemudharatan.
5.
Tindakan menganalogikan
suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1.
Dasar
hukum islam mencakup tiga hal, yaitu : Al-Quran, As-Sunnah dan Ijtihad
2.
Al-Quran merupakan kitab
suci yang merevisi kitab-kitab suci sebelumnya dan bersifat absolute
3.
Al-quran pertama kali
dibukukan pada masa khilafah Abu Bakar Shiddiq dan dilakukan standarisasi pada
masa khilafah Utsman bin Affan
4.
Hal-hal yang kurang jelas
dalam al-quran dijelaskan oleh as-sunnah dan ijtihad
5.
As-Sunnah
merupakan semua hal yan berkaitan dengan Rasulullah dan para sahabatnya
(perkataan, perbuatan, penetapan dan sifat-sifat).
6.
Assunnah
mulai dibukukan pada abad II Hijriyyah.
7.
Ijtihad diperlukan untuk
menjawab tantangan masa terkait perkembangan masalah yang terjadi.
8.
Ijtihad dapat dibagi
menjadi : Ijma’, qiyas, istihsan, musholat murshalah, Sududz Dzariah, Istishab,
dan urf.
9.
Apapun wujud produk ijtihadnya,
selama tidak bertentangan dengan al-quran dan hadits dapat dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Wahab Khollaf. Ushul Fiqh. Cetakan
ke-8. Juz 1 Hatta
Syamsudin, Lc. Modul ulumul Hadits (1).
Amru
Abdul Mun’in Salim. Tarjamah Taisiri Ulumul Hadits. Maktabah Ibnu Taymiyyah.
Kairo. 1997.
Abdul
Hamid Hakim. Assulam. Maktabah Assa’diyyah Putra. http://muxlim.com/blogs/belajarislam/penulisan-dan-pembukuan-hadits-nabi
No comments:
Post a Comment