BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Seiring dengan tuntutan
kemajuan serta perkembangan peran dan fungsi pemerintahan dibidang public service atau pelayanan publik
maka untuk mengoptimalkan peran dan fungsi tersebut, pemerintah perlu membangun
Kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU). Dinas Pekerjaan Umum yang merupakan
perpanjangan tangan dari pemerintah pusat yakni Kementrian Pekerjaan Umum, dengan
demikian pembangunan gedung Dinas Pekerjaan Umum sangat membantu pelayanan
publik. Dinas Pekerjaan Umum adalah perangkat daerah yang diserahkan wewenang,
tugas dan tanggung-jawab untuk melaksanakan otonomi daerah, desentralisasi
dalam bidang pekerjaan umum. Kantor Pekerjaan Umum berada di Jl. Stadion Tunas
Bangsa Kec. Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Gedung ini terdiri dari 3 (Tiga) lantai
dengan ukuran panjang 34,8 m dan lebar 17,4 m.
Menurut peta gempa SNI 03-1726-2002,
daerah Kota Lhokseumawe berada pada wilayah gempa menengah (wilayah gempa 3). Dinas
Pekerjaan Umum Kota Lhokseumawe akan direncanakan dengan menggunakan material
beton bertulang dan struktur rancangan dengan Sistem Rangka Pemikul Momen
Menengah (SRPMM). Dalam Proyek Akhir ini perhitungan gaya-gaya dalam, akan di
hitung dengan menggunakan Metode Takabeya.
1.2
Rumusan
Masalah
Permasalahan yang
ditinjau dalam perencanaan Balok Portal dengan Sistem Rangka Pemikul Momen
Menengah pada Kantor Pekerjaan Umum Kota Lhokseumawe, antara lain :
1.
Merencanakan
ukuran balok pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Lhokseumawe.
2.
Merencanakan
tulangan balok yang aman berdasarkan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah dan
tulangan sengkang.
1.3
Tujuan
dan Ruang Lingkup
1.3.1 Tujuan
dari Proyek Akhir ini adalah sebagai berikut :
i.
Untuk memenuhi
salah satu syarat untuk lulus sebagai Ahli Madya di Politeknik Negeri
Lhokseumawe.
ii. Merencanakan
komponen struktur Gedung Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Lhokseumawe yang aman
terhadap gempa dengan Sistem Rangka Pemikul Monen Menengah, dengan mengikuti
ketentuan-ketentuan pada SNI 03-1726-2002, SNI 03-2847-2013 dan PBBI 1971.
1.3.2 Ruang
lingkup pembahasan Proyek Akhir ini dibatasi pada :
i.
Perencanaan
ukuran balok dengan mutu beton fc’ = 24,0 Mpa
ii. Perencanaan
tulangan balok pada Gedung Dinas Pekerjaan Umum Kota Lhokseumawe dengan mutu
tulangan utama fy = 320 Mpa dan tulangan sengkang fys = 240 Mpa.
iii. Perencanaan
ini dibatasi pada perencanaan tulangan yang berada pada As F arah memanjang dan
As 3 arah melintang.
1.4
Manfaat
Penulisan Proyek Akhir
Adapun manfaat dari penulisan Proyek
Akhir ini adalah sebagai berikut :
1.
Menguasai
perencanaan bagunan gedung yang aman terhadap gempa berdasarkan SNI 03-1276-2002,
SNI 03-2847-2013 dan PBBI 1971.
2.
Dapat memberikan
manfaat dan informasi secara lebih detail dalam tata cara perencanaan struktur
gedung yang tahan gempa.
3.
Menerapkan ilmu
yang telah diperoleh sebelumnya tentang struktur bangunan gedung.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Dalam perencanaan balok
portal menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah dibutuhkan beberapa
teori sebagai acuan untuk mengetahui besarnya pengaruh beban yang terjadi pada
bidang kontruksi gedung, baik beban mati, beban hidup maupun beban gempa. Teori
dan aturan yang akan digunakan adalah:
2.1
Pembebanan
Dalam tata cara
perencanaan berdasarkan SNI 03-1726-1989, ketentuan-ketentuan pada struktur
suatu gedung harus direncanakan kekuatan
terhadap beban-beban seperti berikut:
1.
Beban Mati (Dead
Load), dengan lambang DL
2.
Beban Hidup
(Live Load), dengan lambang LL
3.
Beban Angin (Wing
Load), dengan lambang W
4.
Beban Gempa
(Earhtquake Load), dengan lambang E
2.1.1
Beban
Mati
Menurut McCormac (2000:30) “beban mati (dead load) adalah beban yang memiliki
beban konstan dan terdapat pada satu posisi tertentu” . Beban mati meliputi
berat struktur yang kita tinjau, termasuk semua bagian pelengkap yang melekat
pada struktur secara permanen. Untuk bangunan beton bertulang, beberapa dari
beban mati tersebut adalah berat portal, dinding, lantai, langit-langit,
tangga, atap dan saluran air. Menurut
SNI 03-1727-1989 beban mati yang direncanakan sebagai berikut:
i.
Beton bertulang = 2400 kg/m3
ii. Plafon
+ Penggantung = 18
kg/cm2
iii. Penutup
Lantai per cm tebal = 24 kg/cm2
iv. Dinding
½ Bata = 250
kg/cm2
v. Atap
Genteng =
50 kg/cm
2.1.2
Beban
Hidup
Menurut McCormac (2000:30)
“Beban hidup adalah beban yang besar dan letaknya dapat berumabah”. Beban hidup
meliputi beban orang, barang-barang gudang, beban konstruksi, beban kran layan
gantung, beban peralatan yang sedang bekerja, dan lain sebagainya. Secara umum,
beban hidup dipengaruhi oleh gravitasi. Menurut SNI 03-1727-1989 beban hidup
yang direncanakan adalah sebagai berikut:
i.
Beban Hidup pada
Lantai Gedung = 250 kg/cm2
ii. Beban
Hidup pada Atap Gedung = 100
kg/cm2
iii. Beban
Hidup pada Tangga =
300 kg/cm2
2.1.3
Beban
Angin
a.
Penentuan beban
angin
Menurut SNI 03-1727
(1989:09), beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan
tekanan negatif (isapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang
ditinjau. Besarnya tekanan positif dan tekanan negatif ini dinyatakan dalam
kg/m2, tekanan tiup di laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil
minimum 40 kg/m2.
b.
Koefesien angin
Untuk gedung tertentum koefisien angin
(+ berarti tekanan dan berarti isapan) adalah sebagai berikut :
I. Dinding
vertikal:
Di pihak angin +0,9
Di belakang angin -0,4
Sejajar dengan arah
angin -0,4
II. Atap
segi-tiga dengan sudut kemiringan α:
Di pihak angin:
α<650 ( 0,02α -0,4)
650 < α < 900 +0,9
Di belakang angin,
untuk semua α -0,4
III. Atap
segi-tiga majemuk:
Untuk bidang-bidang
atap di pihak angin:
α < 650 (0,2
α – 0,4)
650 < α < 900 +0,9
Untuk semua bidang atap di belakang
angin, kecuali yang
vertical menghadap angin, untuk semua α -0,4
Untuk semua bidang atap vertical di
belakang angin yang
menghadap angin +0,4
2.1.4
Beban
Gempa
Beban gempa adalah beban
yang bekerja pada suatu struktur akibat dari pergerakan tanah yang disebabkan
karena adanya gempa bumi (baik itu gempa tektonik atau vulkanik) yang
mempengaruhi struktur tersebut. Menurut Muto (1973:1),
selama gempa bumi, bangunan mengalami gerakan vertikal dan gerakan horizontal.
Gaya inersia atau gaya gempa, baik dalam arah vertikal maupun horizontal, akan
timbul di titik-titik pada massa struktur. Dari kedua gaya ini, gaya dalam arah
vertikal hanya sedikit mengubah gaya gravitas (gravity) yang bekerja pada struktur, sedangkan struktur biasanya
direncanakan terhadap gaya vertikal dengan faktor keamanan yang memadai. Oleh
karena itu, struktur umumnya jarang sekali runtuh akiban gaya gempa vertikal.
i. Taksiran waktu getar alami
Berdasarkan Uniform
Building Code (UBC) 1997 besarnya waktu
getar alami dapat juga dihitung dengan menggunakan rumus:
Ta
= Ct . hn3/4 ...................................................................................... (2.1)
Dengan :
Ta = waktu
getar alami struktur (detik)
Ct = faktor pengali
berdasarkan jenis struktur
hn = tinggi
gedung (meter)
Untuk faktor pengali berdasarkan jenis
struktur dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 : Rumus pendekatan periode
getar struktur
|
Jenis Struktur
|
Ct
|
|
Rangka baja pemikul beban (steel momen-resistimg frame)
|
0,0724
|
|
Rangka beton pemikul momen (concrete momen-resisting frame)
|
0,0466
|
|
Rangka baja dengan bresing terkekang
terhadap tekuk (steel eccentrically
braced frame)
|
0,0731
|
|
Rangka baja dengan bresing terkekang
terhadap tekuk (steel
bucking-restrained braced frame)
|
0,0731
|
|
Semua sistem struktur lainnya (all other structural system)
|
0,0488
|
ii. Beban geser dasar nominal statis
ekuivalen
Beban gempa nominal (V)
akibat beban rencana sesuai dengan SNI 03-1726-2002 dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
V
=
.................................................................................... (2.2)
Dengan :
C = Koefesien gempa dasar
I = Koefesien jenis gedung
R = Faktor reduksi gempa
Wt = Jumlah beban vertikal bangunan
Untuk lebih jelas, faktor reduksi gempa
dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 : Klasifikasi
Sistem Rangka Pemikul Momen beserta faktor R dan O0
|
Sistem Struktur
|
Deskripsi
|
R
|
O0
|
|
Sistem Rangka Penikul
Momen (Sistem rangka yang pada dasarnya memiliki rangka yang ruang pemikul
beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka terutama melalui
mekanisme lentur.
|
1. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus
|
8,5
|
2,8
|
|
2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah
|
5,5
|
2,8
|
|
|
3. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa
|
3,5
|
2,8
|
(Sumber SNI 03-1726-2002)
Bangunan Gedung Dinas Pekerjaan
Umum (PU) Kota Lhokseumawe terletak pada wilayah gempa 3 berdasarkan peta
wilayah gempa dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1
Wilayah Gempa Indonesia
Sumber : SNI
03-1726-2002
Faktor Respons Gempa (C)
menurut Spektrum Respons Gempa Rencana yang ditetapkan dalam SNI 03-1726-2002 Pasal
4.7.4, dalam kisaran waktu getar alami pendek tersebut, nilainya tidak diambil
kurang dari nilai maksimumnya untuk jenis tanah yang bersangkutan. Grafik dan
tabel Respons Spektum pada wilayah 3 seperti terhilat pada gambar 2.2
Gambar 2.2
Respon Spektrum Gempa Rencana
Sumber : SNI
03-1276-2002
2.1.5
Koefesien
Reduksi
Koefesien reduksi pada
perencanaan digunakan untuk menghitung peluang terjadinya nilai beban yang
berubah-ubah, variasi ukuran yang mungkin dari penampang beton dan penempatan
tulangan, dan berbagai masalah lain dalam pengerjaan. Beban tersebut dapat
dikalikan dengan koefesien reduksi. Koefesien reduksi dapat dilihat pada tabel
2.3.
Tabel 2.3 koefesian rduksi beban hidup
|
Penggunaan gedung
|
Koefisien reduksi beban hidup
|
|
|
Untuk
|
Untuk
|
|
|
perencanaan
|
peninjauan
|
|
|
balok induk dan
|
gempa
|
|
|
portal
|
|
|
|
PERUMAHAN/PENGHUNIAN:
|
|
|
|
Rumah
tinggal, asrama, hotel, rumah sakit
|
0,75
|
|
|
PENDIDIKAN:
|
|
|
|
Sekolah,
ruang kuliah
|
0,90
|
|
|
PERTEMUAN
UMUM:
|
|
|
|
Mesjid,
gereja, bioskop, restoran, ruang dansa, ruang pagelaran
|
0,90
|
|
|
KANTOR:
|
|
|
|
Kantor,
bank
|
0,60
|
|
|
PERDAGANGAN:
|
|
|
|
Toko,
toserba, pasar
|
0,80
|
|
|
PENYIMPANAN:
|
|
|
|
Gudang,
perpustakaan, ruang arsip
|
0,80
|
|
|
INDUSTRI:
|
|
|
|
Pabrik,
bengkel
|
1,00
|
|
|
TEMPAT
KENDARAAN:
|
|
|
|
Garasi,
gedung parkir
|
0,90
|
|
|
GANG DAN
TANGGA:
|
|
|
|
-
Perumahan/Perhunian
|
0,75
|
|
|
-
Pendidikan,
kantor
|
0,75
|
|
|
-
Pertemuan umum,
perdagangan penyimpanan,
industri, tempat kendaraan
|
0,90
|
|
Sumber : SNI 03-1727-1989
2.1.6
Kombinasi
Pembebanan
Beban yang bekerja pada
struktur dijadikan beban terfaktor, berdasarkan SNI 03-2847-2002 yang besarnya
adalah sebagai berikut:
i.
Kuat perlu U
menahan beban mati D, yaitu:
U
= 1,4 D............................................................................................ (2.3)
ii.
Kuat perlu untuk
menahan beban mati D, beban hidup L dan juga beban atap A atau beban hujan R,
yaitu:
U
= 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R).................................................... (2.4)
iii.
Bila ketahanan
struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka
pengaruh kombinasi beban D, L, dan W beriku harus ditinjau untuk menentukan
nilai U yang terbesar, yaitu:
U
= 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R)...................................... ( 2.5)
iv.
Kombinasi beban
juga harus memperhitungkan kemungkinan beban hidup L yang penuh dan kosong
untuk mendapatkan kondisi paling berbahaya, yaitu:
U
= 0,9 D ± 1,6 W.............................................................................. (2.6)
v.
Bila ketahanan
struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan dan perencanaan, maka
U
= 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E.................................................................. (2.7)
Atau:
U
= 0,9 D ± 1,0 E............................................................................... (2.8)
Keterangan:
U = Kuat perlu (kN/m)
R = Beban Air Hujan (kN/m)
D = Beban mati (kN/m)
L = Beban Hidup (kN/m)
W = Beban Angin (kN/m)
A = Beban Atap (kN/m)
E = Beban Gempa (kN/m)
2.2
Portal
Portal adalah kerangka
utama dari suatu bangunan gedung tanpa dibantu oleh sistem ikatan lantai,
berfungsi untuk menahan beban yang bekerja pada balok dan kemudian diteruskan
ke pondasi (Takabeya, 1993).Beradasarkan Peraturan ACI, portal tidak bergoyang (berpengaku)
adalah portal yang goyangan atau translasi titiknya dicegah dengan pengaku,
berupa: dinding geser, atau sokongan lateral dari struktur-struktur yang bergabung.
Sedangkan Portal bergoyang (tanpa pengaku) adalah portal yang tidak memliki
jenis pengaku dan harus bergantung pada kekakuan batang-batang untuk mencegah
tekuk lateral.
2.2.1
Balok
Balok merupakan bagian
struktur yang digunakan sebagai dudukan lantai. Fungsinya adalah sebagai rangka
penguat horizontal bangunan akan beban-beban. Apabila suatu gelagar balok
bentangan sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya momen lentur
akan terjadi deformasi (regangan) lentur di dalam balok tersebut.
Regangan-regangan balok tersebut mengakibatkan timbulnya tegangan yang harus
ditahan oleh balok, tegangan tekan di sebelah atas dan tegangan tarik dibagian
bawah.
Persyaratan balok menurut PBBI 1971.N.1
-2 hal 91 sebagai berikut :
1. Lebar
badan balok tidak boleh diambil kurang dari 1/50 kali bentang bersih. Tinggi
balok harus dipilih sedemikian rupa hingga dengan lebar badan yang dipilih.
2. Untuk
semua jenis baja tulangan, diameter (diameter pengenal) batang tulangan untuk
balok tidak boleh diambil kurang dari 12 mm. Sedapat mungkin harus dihindarkan
pemasangan tulangan balok dalam lebih dari 2 lapis, kecuali pada
keadaan-keadaan khusus.
3. Tulangan
tarik harus disebar merata didaerah tarik maksimum dari penampang.
4. Pada
balok-balok yang lebih tinggi dari 90 cm pada bidang-bidang sampingnya harus
dipasang tulangan samping dengan luas minimum 10% dari luas tulangan tarik
pokok. Diameter batang tulangan tersebut tidak boleh diambil kurang dari 8 mm
pada jenis baja lunak dan 6 mm pada
jenis baja keras.
5. Pada
balok senantiasa harus dipasang sengkang. Jarak sengkang tidak boleh diambil
lebih dari 30 cm, sedangkan dibagian balok sengkang-sengkang bekerja sebagai
tulangan geser. Atau jarak sengkang tersebut tidak boleh diambil lebih dari 2/3
dari tinggi balok. Diameter batang sengkang tidak boleh diambil kurang dari 6
mm pada jenis baja lunak dan 5 mm pada jenis baja keras.
2.2.2
Kekakuan
Balok
Perhitungan kekakuan
balok menurut Soetomo (1983) adalah sebagai berikut:
K =
...................................................................................... (2.9)
Keterangan:
K = Kekakuan balok
I = Momen Inersia balok (m4)
L = Panjang balok (m)
K0 = Kekakuan perbandingan (103)
Menurut
Soetomo (1993), untuk menghitung momen inersia balok persegi dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
I
=
............................................................................ (2.10)
Keterangan:
I = Momen inersia
b = Lebar penambang balok (m)
h = Tinggi penampang balok (m)
2.2.3
Balok
tampang T dan L
Gambar
2.3 Balok Tampang T
Sumber
: Dipohusodo (1993)
Menurut Dipohusodo (1993), untuk
menghitung momen inersia balok T seperti gambar 2.3 dapat dihitung dengan
mengalikan momen inersia balok persegi dengan koefesien sebesar 1,5. Jadi momen
inersia balok tampang T dapat dihitung dengan rumus:
I = 1/12 . b . h3
. 1,5............................................................................ (2.11)
Gambar
2.4 Balok Tampang L
Sumber
: Dipohusodo (1993)
Momen
inersia balok penampang L seperti gambar 2.4 dapat dihitung dengan rumus:
I = [1/12 . be . hf .
(d1)2] + [1/12 . be . ho . (d1)2]............................... (2.12)
Keterangan:
b = Lebar badan balok (m)
h = Tinggi balok (m)
I = Momen inersia balok (m4)
hf = Tebal pelat lantai (m)
h = Tinggi balok (m)
ho = h – hf (m)
d1 = d2 = Jarak titik berat (m)
bw = Lebar balok (m)
2.2.4
Analisa
Momen Primer
Momen primer adalah
momen yang bekerja pada kedua unung yang diakibatkan oleh beban yang bekerja
pada batang tersebut. Besarnya momen primer dapat ditentukan dengan rumus:
i.
Momen primer
terbagi rata penuh
Gambar 2.5 : Balok beban terbagi
rata
Sumber : Frick (1979)
Momen
primer balok terbagi rata penuh seperti
gambar 2.5 dihitung dengan rumus :
MA
=
................................................................................. (2.13)
MB
=
.................................................................................. (2.14)
Keterangan
:
q
= Beban terbagi rata (t/m)
l = Panjang Batang (m)
ii.
Balok ujungnya
terjepit menerima beban terpusat di tengah batang. Seperti gambar 2.6 momen
primer balok dapat dihitung dengan rumus:
Gambar 2.6 :
Balok beban terpusat di tengah bentang
Sumber : Frick
(1979)
MA
= -MB =
............................................................................ (2.15)
iii.
Balok terjepit
pada kedua ujungnya dan menerima beban terpusat seperti gambar 2.7 dapat
dihitung dengan rumus:
Gambar
2.7 : Bentuk pembebanan
Sumber
: Frick (1979)
MA
= P . a . b2/L2................................................................................ (2.16)
MB
= P . a2 . b/L2................................................................................ (2.17)
2.2.5
Analisa
Momen Desain
Menurut Takabeya (1992), persamaan untuk
menentukan momen desain adalah:
Mab
= Kab {2ma + mb} + Mab........................................................................... (2.18)
Dimana:
Mab = Momen ujung balok a-b, yang tetap pada ujungnya
ma = Momen rotasi akibat Θa
mb = Momen rotasi akibat Θb
Kab = Kekakuan balok dari a-b
2.2.6
Portal
dengan Titik Kumpul Bergoyang
Portal dengan titik
kumpul bergoyang adalah suatu potal yang mengalami perputaran sudut (pada
balok) dan juga terjadi pergeseran pada kolom. Pada portal yang dipengaruhi
oleh beban vertikal yang simetris maupun beban horizontal yang mengakibatkan
pergeseran pada kolom (Soetomo, 1983). Pada umumnya, pada setiap perhitungan
konstruksi portal bertingkat, gaya-gaya horizontal (akibat angin atau gempa,
dll) dianggap bekerja pada regel-regel (pertemuan balok dan kolom tepi).
Pada gambar 2.8 ditunjukkan pergeseran
yang terjadi pada kolom akibat pergoyangan pada sustu portal.
Gambar 2.8 : Portal dengan titik
bergoyang
Sumber : Soetomo (1985)
Dengan
memperhatikan gambar 2.8 jika ditinjau dari titik kumpul “5”, maka persamaan
dasar menjadi:
M54 = k54 {2 m5 + m4}
+
M56 = k56 {2 m5 + m6}
+
....................................................... (2.19)
M58 = k58 {2 m5 + m8}
+
M52 = k52 {2 m5 + m2}
+
Keseimbangan pada titik
kumpul “5” → ∑M5 = 0, jadi:
M54
+ M56 + M58 + M52 = 0.......................................................................... (2.20)
Dari
persamaan 2.19 dan 2.20 di peroleh :
|
{k58}{ m8
+
}
{k56}{m56}
+ {m4}{k54}
{k52}{ m2
+
}
|
Jika
:
|
{-k58}{
m8 +
}
m5 ρ5 = - τ5
+ {-k56}{m6} + {m4}{-k54}
{-k52}{
m2 +
}
|
.......................................... (2.22)
|
{-γ58}{
m8 +
}
m5
=
+ {- γ56}{m6} + {m4}{-
γ54}
{-γ52}{
m2 +
}
|
.......................................... (2.23)
Dimana:
γ58
=
...................................... (2.24)
Persamaan diatas
disebut persamaan momen rotasi, dimana untuk perhitungan momen rotasi awal pada
suatu titik kumpul adalah dengan menganggap pada titik-titik yang lain belum
terjadi perputaran maupun pergeseran sudut, sehingga di peroleh :
Mr(0)
=
................................................................................................. (2.25)
Dengan :
M54 = Momen
desain (tm)
K54 = Angka
Kekakuan
m5,m4
= Momen rotasi (tm)
=
Momen pergeseran
= Momen primer (tm)
ρ
= Jumlah angka kekakuan
τ = Jumlah momen primer pada masing-masing
titik yang ditinjau
γ = Nilai kekakuan batang yang ditinjau =,
dibagi dengan ρ pada titik yang
ditinjau
Untuk momen akhir
dilakukan dengan cara mendistribusikan momen rotasi akhir pada tiap-tiap batang
yang ditinjau. Jika dalam perhitungan jumlah momen-momen desain (ΔM) pada titik
kumpul “5” tidak sama dengan nol, dengan selisih yang relatif kecil, maka ΔM
dapat diratakan sebanding dengan kekakuan masing-masing batang dengan
menggunakan persamaan :
M54
= m54 ±
........................................ (2.26)
2.3
Ketentuan
Untuk Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah
Ketentuan untuk sistem
rangka pemikul momen menengah (SRPMM) berdasarkan SNI 03-2847-2013, sebagai
berikut:
1.
Ketentuan pada
pasal ini berlaku untuk sistem rangka pemikul momen menengah.
2.
Detail
penulangan komponen SRPMM harus memenuhi ketentuan-ketentuan 23.10(4), bila
beban aksial tekan terfaktor pada komponen struktur tidak melebihi (Ag fc'
10).
Bila beban aksial tekan
terfaktor pada komponen struktur melebihi (Ag fc'
10),
maka 23.10 (5) harus dipenuhi kecuali bila dipasang tulangan spiral sesuai
persamaan 27. Bila konstruksi pelat dua arah tanpa balok digunakan sebagai
bagian dari sistem rangka pemikul beban lateral, maka detail penulangannya
harus memenuhi 23.10(6).
3.
Kuat geser
rencana balok, kolom, dan konstruksi pelat dua arah yang memikul beban gempa
tidak boleh kurang daripada:
a.
Jumlah gaya
lintang yang timbul akibat termobilisasinya kuat lentur nominal komponen
struktur pada setiap ujung bentang bersihnya dan gaya lintang akibat beban
gravitasi terfaktor (lihat Gambar 47), atau
b. Gaya
lintang maksimum yang diperoleh dari kombinasi beban rencana termasuk pengaruh
beban gempa, E, dimana nilai E diambil sebesar dua kali
nilai yang ditentukan dalam peraturan perencanaan tahap gempa.
Gambar 2.9 : Gaya lintang rencana
untuk SRPMM
Sumuber : SNI 03-2847-2013
2.4
Perencanaan
Struktur
2.4.1 Perencanaan
Balok
i.
Balok persegi
Perencanaan balok meliputi dimensi
penampang balok, perhitungan penulangan balok, baik akibat beban lentur dan
aksial maupun geser/torsi. Perhitungan kontruksi memakai peraturan SNI 03-2847-2013
(Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung). Peraturan SNI 03-2847-2013
mengatakan bahwa regangan maksimum terjadi pada penampang ketika tulangan tepat
mencapai regangan yang berhubungan dengan tegangan leleh yang ditentukan oleh fy
pada saat yang bersamaan dengan bagian beton yang tertekan mencapai regangan
batas asumsi sebesar 0,003. Tegangan pada tulangan yang nilainya lebih kecil daripada
kekuatan leleh fy harus diambil sebesar Es dikalikan regangan baja. Untuk
regangan yang nilainya lebih besar dari regangan leleh yang berhubungan dengan
fy, tegangan pada tulangan harus diambil sama dengan fy.
Gambar 2.10 : Distribusi tegangan
balok persegi
Sumber : SK.SNI T-05-1991
ii.
Balok T
Menurut Jack C. McCormac (2003),
sistem lantai beton bertulang biasanya terdiri dari plat dan balok yang
dihubungkan secara monolik. Kedua bagian struktur ini bekerja bersama-sama
dalam menahan bebab.
Ada dua jenis balok T yang
digunakan, yaitu :
a. Bila
garis netral lebih kecil dari atau sama dengan tebal t, balok dapat dianalisa
sebagai balok biasa dengan lebar balok sama dengan lebar flens efektif (be)
b. Bila
letak garis netral jauh dari badan, maka analisa harus dilakukan dengan
memperhatikan daerah tekan bentuk penampang T.
T murni (a > t)
Bila sumbu netra jauh di luar flens
(sayap) dari balok, analisa harus dilakukan dengan memperhatikan daerah tekan
bentuk penampang T. Seperti terlihat pada gambar berikut :
Gambar 2.11 :
Tegangan dan regangan balok T murni
Sumber : PBBI
1971
Dimana jarak garis netral x lebih besar dari t/β1, permukaan dengan tegangan
merata sebesar 0,8 f’c berbentuk T. Dengan demikian adalah diinginkan untuk
berbagi gaya tekan total C atas duan gaya C1 dan C2. Gaya
C1 akibat dari tegangan pada daerah seluas A1 dan C2
pada daerah A2. Dengan momen untuk gaya C2 adalah d-t/2
akan tetapi kurang dari itu untuk gaya C1.
Sehingga :
Mn
=
......................................... (2.27)
Dimana :
C1
=0,85 f’c . bu . a .......................................................... (2.28)
C2
= 0.85 f’c (bE
– bW)t ..................................................... (2.29)
Dan
a
=
............................................................... (2.30)
Keterangan
:
a = Rasio kekuatan lentur penampang
bW = Lebar badan
d = Jarak dari serat tekan terluar
f’c = Kuat tekan beton yang disyaratkan
Mn = kuat momen nominal
T palsu (a < hf)
Bila sumbu netral lebih kecil atau
sama dengan tebal plat maka balok dianggap sebagai balok persegi maka
perhitungan dianggap balok biasa (penampang segi empat). Rumus yang digunakan
untuk momen tumpuan dari balok yang ditinjau adalah :
Gambar 2.12 :
Regangan dan tegangan balok T palsu
Sumber : PBBI
1971
As
untuk x
≤
................ (2.31)
Yang
diperoleh dengan jalan penyamaan C dengan T, dimana:
C
= 0,85 f’c . bc
. a............................................................. (2.32)
T
= As . fy ......................................................................... (2.33)
Keterangan
:
a = Rasio kekuatan lentur penampang
bw = Lebar badan
d = Jarak dari serat tekan terluar
f’c = Kuat tekan beton yang disyaratkan
Mn = kuat momen nominal
t = Tebal sayap
2.4.2 Perencanaan
Tulangan Lentur
Rumus kuat momen yang digunakan Mn
(momen nominal) adalah :
Φ
. Mn ≥ Mu ....................................................................................... (2.34)
Berdasarkan
SNI 03-2847-2013) pasal 12.5 luas bidang tarik pada penampang balok tidak boleh
kurang dari :
As
min =
............................................................................. (2.35)
Dan
tidak lebih kecil dari :
As
min =
................................................................................ (2.36)
Rasio
tulangan dapat ditrntukan dengan persamaan sebagai berikut :
ρ
=
................................................................................................ (2.37)
.............................................................. (2.38)
................................................................................. (2.39)
Rn
=
..................................................................................... (2.40)
................................................................... (2.41)
As
hitung =
........................................................................... (2.42)
Apakai
=
............................................................................. (2.43)
.................................................................................... (2.44)
d = h – selimut
beton – Øsengkang - ½ Ød ............................................. (2.45)
Untuk
mengecek jarak tulangan digunakan persamaan berikut :
..................................... (2.46)
Keterangan
:
Mn
= Momen nominal
Mu = Momen ultimit (tm)
As
hitung = Luas tulangan minimum (cm2)
bw = Lebar badan (cm)
d = Jarak dari serat tekan terluar (cm)
fc’ = Kuat tekan beton yang disyaratkan (Mpa)
fy = Kuat leleh tulangan (Mpa)
n = Jumlah tulangan
Ø = Diameter tulangan (mm)
2.4.3 Perencanaan
Tulangan Geser
Gaya geser rencana Vc,
untuk menentukan kebutuhan tulangan (SNI 03-1726-2012) harus ditentukan dari
momen max, Mpr. Momen max ini ditentukan berdasarkan rentang beban
aksial terfaktor yang mungkin terjadi dengan φ = 1,0 Mpr sama dengan
momen balance Mb dari diagram interaksi kolom yang bersangkutan
namun pakai fs = 1,25 fy.
Gaya geser rencana dapat dihitung dengan
persamaan pasal 23.4(5(1)) untuk menentukan kebutuhan tulangan geser.
Ve
= (2 x Mpr) / hlo........................................................................................ (2.47)
Dimana
:
Ve = Gaya geser rencana yang ditentukan Pasal
23.3 (4(1)) dan Pasal 23.4 (SNI 03-1726-2012) (N)
Mpr = Kuat momen lentur dari komponen struktur,
dengan atau tanpa beban aksial dan kuat tarik pada tulangan longitudinal
dianggap sebesar minimum 1,25 fy
dan faktor reduksi kekuatan φ = 1 (Nmm)
Dengan
anggapan momen lentur di atas dan di bawah kolom penyangga lantai sama, maka
gaya geser didesain berdasarkan persamaan :
Vu
=
......................................................................................... (2.48)
Dimana
:
Vu
= gaya geser terfaktor pada
penampang (hasil analisa struktur) (N)
Jika
Pu kolom > Ag . fc’/20
maka Vc diambil persamaan sesuai pasal 13.3(1(2))
Vc =
..................................................................... (2.49)
Dimana
:
Vc = Kuat geser nominal yang disambungkan oleh
beton (N)
Ag = Luas penampang beton (mm2)
Berdasarkan
Av dan s terpasang untuk beban geser yang sanggup ditahan struktur,
dengan menggunakan persamaan berikut :
Vs
=
.............................................................................................. (2.50)
Maka
:
φ
(Vs + Vc) .................................................................................................. (2.51)
Syarat
:
φ
(Vs + Vc) > Vu
(OK) ................................................................................ (2.52)
BAB
III
METODOLOGI
PERENCANAAN
3.1
Langkah
Perencanaann Balok Portal
Bagan alir (flowchar)
adalah bagan (chart) yg menunjukkan alir (flow) di dalam program atau proseddur
sistem secara logika. Untuk bagan alir dari perencanaan balok portal dapat
dilihat langsung pada lampiran halaman 28.
3.2
Perencanaan
Awal
1. Data
bangunan
Gedung yang direncanakan merupakan
gedung Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Lhokseumawe berlantai tiga dengan tinggi
kolom pada lantai I = 4 m, lantai II = 4 m, lantai III = 4 m dan tinggi gedung
12 m. Panjang bangunan 34,8 m dan lebar bangunan 17,4 m.
2.
Pendimensian
Awal
Dimensi untuk balok akan dibuat
berbentuk segiempat (rectangular).
3. Mutu
bahan
Material yang digunakan adalah
beton (concrete). Data material yang
digunakan meliputi :
a. Mutu
beton (f’c) = 24,0 Mpa
b. Mutu
baja (fy) = 320 Mpa
c. Mutu
baja sengkang fys = 240
Mpa
d. Berdasarkan
SNI 03-2847-2013, untuk modulus elastisitas beton normal (Ec)
diambil sebesar 4700
=
4700
=
23025,20 Mpa
3.3
Perhitungan
Pembebanan
Beban yang ditinjau
dalam perencanaan gedung ini meliputi beban vertikal dan beban horizontal.
Sistem perhitungan dilakukan berdasarkan SNI 03-1727-2013.
1. Beban
vertikal
Beban vertikal yang diterima portal
adalah beban mati, beban hidup dan beban terpusat (beban atap). Beban mati yang
diterima portal meliputi beban balok, beban dinding, beban lantai, beban atap
dan beban tangga. Sedangkan beban hidup mencakup beban lantai dan beban tangga.
2. Beban
gempa
Perhitungan beban gempa berdasarkan
SNI 03-1726-2012 dilakukan dengan statistik equivalen. Perhitungan sesuai
dengan yang telah dibahas pada sub bab beban gempa.
3. Kombinasi
pembebanan
Kombinasi pembebanan digunakan
dalam perencanaan ini didasarkan pada SNI 03-2847-2002. Seperti pada bab II
halaman 9.
3.4
Perhitungan
Gaya-gaya Dalam
Perhitungan gaya-gaya
dalam menggunakan metode takabeya. Adapun langkah-langkah perhitungan takabeya,
yaitu :
1. Perhitungan
angka kekakuan
2. Momen
primer
3. Perhitungan
nila ρ, γ dan m(0)
4. Perhitungan
momen desain
5. Perhitungan
freebody batang
6. Gambar
bidang momen
3.5
Perhitungan
Tulangan
Perhitungan tulangan dilakukan secara
manual yang didasarkan pada SNI 03-2847-2013. Reduksi kekuatan yang digunakan
untuk lentur 0,65 dan untuk geser 0,75.
Perhitungan meliputi:
1.
Luas tulangan
pokok lapangan dan tumpuan
2. Pengecekan
luas tulangan maksimum yang diizinkan
3. Jarak
tulangan pokok
4. Luas
tulangan sengkang
5. Jarak
tulangan sengkang
BAB
IV PEMBAHASAN MASALAH
Dalam pembahasan ini
penulis akan merencanakan balok portal yang mengacu pada persyaratan minimum
komponen lentur struktur beton bertulang berdasarkan Sistem rangka Pemikul
Momen Menengah (SRPMM) yang memenuhi Standar Nasional Indonesia yaitu SNI 03-2847-2013
dan SNI 03-1726-2002. Akan disajikan hasil perhitungan yang telah direncanakan
yang sesuai dengan tujuan penulis proyek akhir yaitu merencanakan balok portal
Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) untuk wilayah gempa 3 yang memenuhi
prinsip-prinsip perencanaan struktur bangunan yang tahan resiko gempa menengah.
BAB
V KESIMPULAN SARAN
Dalam bab ini penulis akan menyampaikan
beberapa kesimpulan dan saran yang telah dikutip selama proses penyelesaian
proyek akhir ini.
No comments:
Post a Comment