Tuesday, February 5, 2019

Contoh Proposal Seninar Teknik Sipil Lengkap


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Seiring dengan tuntutan kemajuan serta perkembangan peran dan fungsi pemerintahan dibidang public service atau pelayanan publik maka untuk mengoptimalkan peran dan fungsi tersebut, pemerintah perlu membangun Kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU). Dinas Pekerjaan Umum yang merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat yakni Kementrian Pekerjaan Umum, dengan demikian pembangunan gedung Dinas Pekerjaan Umum sangat membantu pelayanan publik. Dinas Pekerjaan Umum adalah perangkat daerah yang diserahkan wewenang, tugas dan tanggung-jawab untuk melaksanakan otonomi daerah, desentralisasi dalam bidang pekerjaan umum. Kantor Pekerjaan Umum berada di Jl. Stadion Tunas Bangsa Kec. Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Gedung ini terdiri dari 3 (Tiga) lantai dengan ukuran panjang 34,8 m dan lebar 17,4 m.
Menurut peta gempa SNI 03-1726-2002, daerah Kota Lhokseumawe berada pada wilayah gempa menengah (wilayah gempa 3). Dinas Pekerjaan Umum Kota Lhokseumawe akan direncanakan dengan menggunakan material beton bertulang dan struktur rancangan dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM). Dalam Proyek Akhir ini perhitungan gaya-gaya dalam, akan di hitung dengan menggunakan Metode Takabeya.

1.2         Rumusan Masalah
Permasalahan yang ditinjau dalam perencanaan Balok Portal dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah pada Kantor Pekerjaan Umum Kota Lhokseumawe, antara lain :
1.      Merencanakan ukuran balok pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Lhokseumawe.
2.      Merencanakan tulangan balok yang aman berdasarkan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah dan tulangan sengkang.
1.3         Tujuan dan Ruang Lingkup
1.3.1   Tujuan dari Proyek Akhir ini adalah sebagai berikut :
i.        Untuk memenuhi salah satu syarat untuk lulus sebagai Ahli Madya di Politeknik Negeri Lhokseumawe.
ii.      Merencanakan komponen struktur Gedung Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Lhokseumawe yang aman terhadap gempa dengan Sistem Rangka Pemikul Monen Menengah, dengan mengikuti ketentuan-ketentuan pada SNI 03-1726-2002, SNI 03-2847-2013 dan PBBI 1971.
1.3.2   Ruang lingkup pembahasan Proyek Akhir ini dibatasi pada :
i.        Perencanaan ukuran balok dengan mutu beton fc’ = 24,0 Mpa
ii.      Perencanaan tulangan balok pada Gedung Dinas Pekerjaan Umum Kota Lhokseumawe dengan mutu tulangan utama fy = 320 Mpa dan tulangan sengkang fys = 240 Mpa.
iii.    Perencanaan ini dibatasi pada perencanaan tulangan yang berada pada As F arah memanjang dan As 3 arah melintang.

1.4         Manfaat Penulisan Proyek Akhir
Adapun manfaat dari penulisan Proyek Akhir ini adalah sebagai berikut :
1.         Menguasai perencanaan bagunan gedung yang aman terhadap gempa berdasarkan SNI 03-1276-2002, SNI 03-2847-2013 dan PBBI 1971.
2.         Dapat memberikan manfaat dan informasi secara lebih detail dalam tata cara perencanaan struktur gedung yang tahan gempa.
3.         Menerapkan ilmu yang telah diperoleh sebelumnya tentang struktur bangunan gedung.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam perencanaan balok portal menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah dibutuhkan beberapa teori sebagai acuan untuk mengetahui besarnya pengaruh beban yang terjadi pada bidang kontruksi gedung, baik beban mati, beban hidup maupun beban gempa. Teori dan aturan yang akan digunakan adalah:
2.1         Pembebanan
Dalam tata cara perencanaan berdasarkan SNI 03-1726-1989, ketentuan-ketentuan pada struktur suatu  gedung harus direncanakan kekuatan terhadap beban-beban seperti berikut:
1.      Beban Mati (Dead Load), dengan lambang DL
2.      Beban Hidup (Live Load), dengan lambang LL
3.      Beban Angin (Wing Load), dengan lambang W
4.      Beban Gempa (Earhtquake Load), dengan lambang E

2.1.1   Beban Mati
Menurut  McCormac (2000:30) “beban mati (dead load) adalah beban yang memiliki beban konstan dan terdapat pada satu posisi tertentu” . Beban mati meliputi berat struktur yang kita tinjau, termasuk semua bagian pelengkap yang melekat pada struktur secara permanen. Untuk bangunan beton bertulang, beberapa dari beban mati tersebut adalah berat portal, dinding, lantai, langit-langit, tangga, atap dan saluran air.  Menurut SNI 03-1727-1989 beban mati yang direncanakan sebagai berikut:
i.        Beton bertulang                               = 2400 kg/m3
ii.      Plafon + Penggantung                     = 18 kg/cm2
iii.    Penutup Lantai per cm tebal            = 24 kg/cm2
iv.    Dinding ½ Bata                               = 250 kg/cm2
v.      Atap Genteng                                  = 50 kg/cm

2.1.2   Beban Hidup
Menurut McCormac (2000:30) “Beban hidup adalah beban yang besar dan letaknya dapat berumabah”. Beban hidup meliputi beban orang, barang-barang gudang, beban konstruksi, beban kran layan gantung, beban peralatan yang sedang bekerja, dan lain sebagainya. Secara umum, beban hidup dipengaruhi oleh gravitasi. Menurut SNI 03-1727-1989 beban hidup yang direncanakan adalah sebagai berikut:
i.        Beban Hidup pada Lantai Gedung             = 250 kg/cm2
ii.      Beban Hidup pada Atap Gedung               = 100 kg/cm2
iii.    Beban Hidup pada Tangga                          = 300 kg/cm2

2.1.3   Beban Angin
a.              Penentuan beban angin
Menurut SNI 03-1727 (1989:09), beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (isapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif dan tekanan negatif ini dinyatakan dalam kg/m2, tekanan tiup di laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil minimum 40 kg/m2.
b.             Koefesien angin
Untuk gedung tertentum koefisien angin (+ berarti tekanan dan berarti isapan) adalah sebagai berikut :
I.       Dinding vertikal:
Di pihak angin                                                                                           +0,9
Di belakang angin                                                                                     -0,4
Sejajar dengan arah angin                                                                         -0,4

II.    Atap segi-tiga dengan sudut kemiringan α:
Di pihak angin: α<650 ( 0,02α                                                                  -0,4)
         650 < α < 900                                                                 +0,9
Di belakang angin, untuk semua α                                                            -0,4

III. Atap segi-tiga majemuk:
Untuk bidang-bidang atap di pihak angin:
α < 650                                                                                          (0,2 α – 0,4)
650 < α < 900                                                                                            +0,9
Untuk semua bidang atap di belakang angin, kecuali yang
vertical menghadap angin, untuk semua α                                                      -0,4
Untuk semua bidang atap vertical di belakang angin yang
menghadap angin                                                                                            +0,4    

2.1.4   Beban Gempa
Beban gempa adalah beban yang bekerja pada suatu struktur akibat dari pergerakan tanah yang disebabkan karena adanya gempa bumi (baik itu gempa tektonik atau vulkanik) yang mempengaruhi struktur tersebut. Menurut Muto (1973:1), selama gempa bumi, bangunan mengalami gerakan vertikal dan gerakan horizontal. Gaya inersia atau gaya gempa, baik dalam arah vertikal maupun horizontal, akan timbul di titik-titik pada massa struktur. Dari kedua gaya ini, gaya dalam arah vertikal hanya sedikit mengubah gaya gravitas (gravity) yang bekerja pada struktur, sedangkan struktur biasanya direncanakan terhadap gaya vertikal dengan faktor keamanan yang memadai. Oleh karena itu, struktur umumnya jarang sekali runtuh akiban gaya gempa vertikal.

i.        Taksiran waktu getar alami
Berdasarkan Uniform Building Code (UBC) 1997   besarnya waktu getar alami dapat juga dihitung dengan menggunakan rumus:
Ta = Ct . hn3/4 ......................................................................................   (2.1)
Dengan :
Ta = waktu getar alami struktur (detik)
Ct = faktor pengali berdasarkan jenis struktur
hn = tinggi gedung (meter)


Untuk faktor pengali berdasarkan jenis struktur dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 : Rumus pendekatan periode getar struktur
Jenis Struktur
Ct
Rangka baja pemikul beban (steel momen-resistimg frame)
0,0724
Rangka beton pemikul momen (concrete momen-resisting frame)
0,0466
Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk (steel eccentrically braced frame)
0,0731
Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk (steel bucking-restrained braced frame)
0,0731
Semua sistem struktur lainnya (all other structural system)
0,0488

ii.       Beban geser dasar nominal statis ekuivalen
Beban gempa nominal (V) akibat beban rencana sesuai dengan SNI 03-1726-2002 dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
V =  ....................................................................................   (2.2) 
Dengan :
C  = Koefesien gempa dasar
I   = Koefesien jenis gedung
R  = Faktor reduksi gempa
Wt          = Jumlah beban vertikal bangunan

Untuk lebih jelas, faktor reduksi gempa dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 : Klasifikasi Sistem Rangka Pemikul Momen beserta faktor R dan O0
Sistem Struktur
Deskripsi
R
O0
Sistem Rangka Penikul Momen (Sistem rangka yang pada dasarnya memiliki rangka yang ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka terutama melalui mekanisme lentur.
1.      Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus
8,5
2,8
2.      Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah
5,5
2,8
3.      Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa
3,5
2,8
 (Sumber SNI 03-1726-2002)

Bangunan Gedung Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Lhokseumawe terletak pada wilayah gempa 3 berdasarkan peta wilayah gempa dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Wilayah Gempa Indonesia
Sumber : SNI 03-1726-2002

Faktor Respons Gempa (C) menurut Spektrum Respons Gempa Rencana yang ditetapkan dalam SNI 03-1726-2002 Pasal 4.7.4, dalam kisaran waktu getar alami pendek tersebut, nilainya tidak diambil kurang dari nilai maksimumnya untuk jenis tanah yang bersangkutan. Grafik dan tabel Respons Spektum pada wilayah 3 seperti terhilat pada gambar 2.2
Gambar 2.2 Respon Spektrum Gempa Rencana
Sumber : SNI 03-1276-2002

2.1.5   Koefesien Reduksi
Koefesien reduksi pada perencanaan digunakan untuk menghitung peluang terjadinya nilai beban yang berubah-ubah, variasi ukuran yang mungkin dari penampang beton dan penempatan tulangan, dan berbagai masalah lain dalam pengerjaan. Beban tersebut dapat dikalikan dengan koefesien reduksi. Koefesien reduksi dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 koefesian rduksi beban hidup
Penggunaan gedung
Koefisien reduksi beban hidup
Untuk
Untuk
perencanaan
peninjauan
balok induk dan
gempa
portal

PERUMAHAN/PENGHUNIAN:


Rumah tinggal, asrama, hotel, rumah sakit
0,75

PENDIDIKAN:


Sekolah, ruang kuliah
0,90

PERTEMUAN UMUM:


Mesjid, gereja, bioskop, restoran, ruang dansa, ruang pagelaran
0,90


KANTOR:


Kantor, bank
0,60

PERDAGANGAN:


Toko, toserba, pasar
0,80

PENYIMPANAN:


Gudang, perpustakaan, ruang arsip
0,80

INDUSTRI:


Pabrik, bengkel
1,00

TEMPAT KENDARAAN:


Garasi, gedung parkir
0,90

GANG DAN TANGGA:


-          Perumahan/Perhunian
0,75

-          Pendidikan, kantor
0,75

-          Pertemuan    umum,    perdagangan    penyimpanan, industri, tempat kendaraan
0,90

Sumber : SNI 03-1727-1989

2.1.6   Kombinasi Pembebanan
Beban yang bekerja pada struktur dijadikan beban terfaktor, berdasarkan SNI 03-2847-2002 yang besarnya adalah sebagai berikut:
i.               Kuat perlu U menahan beban mati D, yaitu:
U = 1,4 D............................................................................................   (2.3)
ii.             Kuat perlu untuk menahan beban mati D, beban hidup L dan juga beban atap A atau beban hujan R, yaitu:
U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)....................................................   (2.4)
iii.           Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban D, L, dan W beriku harus ditinjau untuk menentukan nilai U yang terbesar, yaitu:
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R)......................................   ( 2.5)
iv.           Kombinasi beban juga harus memperhitungkan kemungkinan beban hidup L yang penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi paling berbahaya, yaitu:
U = 0,9 D ± 1,6 W..............................................................................   (2.6)
v.             Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan dan perencanaan, maka
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E..................................................................   (2.7)
Atau:
U = 0,9 D ± 1,0 E...............................................................................   (2.8)
Keterangan:
U    = Kuat perlu (kN/m)
R    = Beban Air Hujan (kN/m)
D    = Beban mati (kN/m)
L     = Beban Hidup (kN/m)
W   = Beban Angin (kN/m)
A    = Beban Atap (kN/m)
E     = Beban Gempa (kN/m)

2.2         Portal
Portal adalah kerangka utama dari suatu bangunan gedung tanpa dibantu oleh sistem ikatan lantai, berfungsi untuk menahan beban yang bekerja pada balok dan kemudian diteruskan ke pondasi (Takabeya, 1993).Beradasarkan Peraturan ACI, portal tidak bergoyang (berpengaku) adalah portal yang goyangan atau translasi titiknya dicegah dengan pengaku, berupa: dinding geser, atau sokongan lateral dari struktur-struktur yang bergabung. Sedangkan Portal bergoyang (tanpa pengaku) adalah portal yang tidak memliki jenis pengaku dan harus bergantung pada kekakuan batang-batang untuk mencegah tekuk lateral.

2.2.1   Balok
Balok merupakan bagian struktur yang digunakan sebagai dudukan lantai. Fungsinya adalah sebagai rangka penguat horizontal bangunan akan beban-beban. Apabila suatu gelagar balok bentangan sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya momen lentur akan terjadi deformasi (regangan) lentur di dalam balok tersebut. Regangan-regangan balok tersebut mengakibatkan timbulnya tegangan yang harus ditahan oleh balok, tegangan tekan di sebelah atas dan tegangan tarik dibagian bawah.

Persyaratan balok menurut PBBI 1971.N.1 -2 hal 91 sebagai berikut :
1.      Lebar badan balok tidak boleh diambil kurang dari 1/50 kali bentang bersih. Tinggi balok harus dipilih sedemikian rupa hingga dengan lebar badan yang dipilih.
2.      Untuk semua jenis baja tulangan, diameter (diameter pengenal) batang tulangan untuk balok tidak boleh diambil kurang dari 12 mm. Sedapat mungkin harus dihindarkan pemasangan tulangan balok dalam lebih dari 2 lapis, kecuali pada keadaan-keadaan khusus.
3.      Tulangan tarik harus disebar merata didaerah tarik maksimum dari penampang.
4.      Pada balok-balok yang lebih tinggi dari 90 cm pada bidang-bidang sampingnya harus dipasang tulangan samping dengan luas minimum 10% dari luas tulangan tarik pokok. Diameter batang tulangan tersebut tidak boleh diambil kurang dari 8 mm pada jenis baja lunak dan  6 mm pada jenis baja keras.
5.      Pada balok senantiasa harus dipasang sengkang. Jarak sengkang tidak boleh diambil lebih dari 30 cm, sedangkan dibagian balok sengkang-sengkang bekerja sebagai tulangan geser. Atau jarak sengkang tersebut tidak boleh diambil lebih dari 2/3 dari tinggi balok. Diameter batang sengkang tidak boleh diambil kurang dari 6 mm pada jenis baja lunak dan 5 mm pada jenis baja keras.

2.2.2   Kekakuan Balok
Perhitungan kekakuan balok menurut Soetomo (1983) adalah sebagai berikut:
K =  ......................................................................................              (2.9)  

Keterangan:
K    = Kekakuan balok
I      = Momen Inersia balok (m4)
L     = Panjang balok (m)
K0   = Kekakuan perbandingan (103)
Menurut Soetomo (1993), untuk menghitung momen inersia balok persegi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
I = ............................................................................             (2.10)
Keterangan:
I      = Momen inersia
b     = Lebar penambang balok (m)
h     = Tinggi penampang balok (m)

2.2.3   Balok tampang T dan L
Gambar 2.3 Balok Tampang T
Sumber : Dipohusodo (1993)

          Menurut Dipohusodo (1993), untuk menghitung momen inersia balok T seperti gambar 2.3 dapat dihitung dengan mengalikan momen inersia balok persegi dengan koefesien sebesar 1,5. Jadi momen inersia balok tampang T dapat dihitung dengan rumus:
I = 1/12 . b . h3 . 1,5............................................................................   (2.11)

Gambar 2.4 Balok Tampang L
Sumber : Dipohusodo (1993)

Momen inersia balok penampang L seperti gambar 2.4 dapat dihitung dengan rumus:
I = [1/12 . be . hf . (d1)2] + [1/12 . be . ho . (d1)2]...............................   (2.12)
Keterangan:
b     = Lebar badan balok (m)
h     = Tinggi balok (m)
I      = Momen inersia balok (m4)
hf    = Tebal pelat lantai (m)
h     = Tinggi balok (m)
ho   = h – hf (m)
d1    = d2 = Jarak titik berat (m)
bw  = Lebar balok (m)

2.2.4   Analisa Momen Primer
Momen primer adalah momen yang bekerja pada kedua unung yang diakibatkan oleh beban yang bekerja pada batang tersebut. Besarnya momen primer dapat ditentukan dengan rumus:


i.               Momen primer terbagi rata penuh
Gambar 2.5 : Balok beban terbagi rata
Sumber : Frick (1979)
         
Momen primer  balok terbagi rata penuh seperti gambar 2.5 dihitung dengan rumus :
MA =  .................................................................................   (2.13)
MB = ..................................................................................   (2.14)
Keterangan :
q = Beban terbagi rata (t/m)
l  = Panjang Batang (m)

ii.             Balok ujungnya terjepit menerima beban terpusat di tengah batang. Seperti gambar 2.6 momen primer balok dapat dihitung dengan rumus:
Gambar 2.6 : Balok beban terpusat di tengah bentang
Sumber : Frick (1979)
MA = -MB = ............................................................................   (2.15)

iii.           Balok terjepit pada kedua ujungnya dan menerima beban terpusat seperti gambar 2.7 dapat dihitung dengan rumus:
Gambar 2.7 : Bentuk pembebanan
Sumber : Frick (1979)
MA = P . a . b2/L2................................................................................   (2.16)
MB = P . a2 . b/L2................................................................................   (2.17)

2.2.5   Analisa Momen Desain
Menurut Takabeya (1992), persamaan untuk menentukan momen desain adalah:
Mab = Kab {2ma + mb} + Mab...........................................................................   (2.18)
Dimana:
Mab    = Momen ujung balok a-b, yang tetap pada ujungnya
ma     = Momen rotasi akibat Θa
mb     = Momen rotasi akibat Θb
Kab    = Kekakuan balok dari a-b

2.2.6   Portal dengan Titik Kumpul Bergoyang
Portal dengan titik kumpul bergoyang adalah suatu potal yang mengalami perputaran sudut (pada balok) dan juga terjadi pergeseran pada kolom. Pada portal yang dipengaruhi oleh beban vertikal yang simetris maupun beban horizontal yang mengakibatkan pergeseran pada kolom (Soetomo, 1983). Pada umumnya, pada setiap perhitungan konstruksi portal bertingkat, gaya-gaya horizontal (akibat angin atau gempa, dll) dianggap bekerja pada regel-regel (pertemuan balok dan kolom tepi).
Pada gambar 2.8 ditunjukkan pergeseran yang terjadi pada kolom akibat pergoyangan pada sustu portal.
Gambar 2.8 : Portal dengan titik bergoyang
Sumber : Soetomo (1985)

Dengan memperhatikan gambar 2.8 jika ditinjau dari titik kumpul “5”, maka persamaan dasar menjadi:
M54    = k54 {2 m5 + m4} +      
M56    = k56 {2 m5 + m6} +              .......................................................    (2.19)
M58    = k58 {2 m5 + m8} +
M52    = k52 {2 m5 + m2} +

Keseimbangan pada titik kumpul “5” → ∑M5 = 0, jadi:
M54 + M56 + M58 + M52 = 0..........................................................................   (2.20)

Dari persamaan 2.19 dan 2.20 di peroleh :
{k58}{ m8 + }
{k56}{m56} + {m4}{k54}
{k52}{ m2 + }

                                                      +  = 0 ...............................   (2.21)


Jika :
                            
{-k58}{ m8 + }
m5 ρ5 = - τ5 + {-k56}{m6} + {m4}{-k54}
{-k52}{ m2 + }

Maka persamaan 2.21 dapat di tuliskan menjadi :

                                                                        ..........................................    (2.22)

{-γ58}{ m8 + }
m5 =  + {- γ56}{m6} + {m4}{- γ54}
{-γ52}{ m2 + }

Atau :

                                                                        ..........................................    (2.23)


Dimana:
γ58 = ......................................   (2.24)
Persamaan diatas disebut persamaan momen rotasi, dimana untuk perhitungan momen rotasi awal pada suatu titik kumpul adalah dengan menganggap pada titik-titik yang lain belum terjadi perputaran maupun pergeseran sudut, sehingga di peroleh :
Mr(0) = .................................................................................................   (2.25)
Dengan :
M54 = Momen desain (tm)
K54 = Angka Kekakuan
m5,m4 = Momen rotasi (tm)
 = Momen pergeseran
= Momen primer (tm)
ρ   = Jumlah angka kekakuan
τ   = Jumlah momen primer pada masing-masing titik yang ditinjau
γ   = Nilai kekakuan batang yang ditinjau =, dibagi dengan ρ pada titik yang ditinjau

Untuk momen akhir dilakukan dengan cara mendistribusikan momen rotasi akhir pada tiap-tiap batang yang ditinjau. Jika dalam perhitungan jumlah momen-momen desain (ΔM) pada titik kumpul “5” tidak sama dengan nol, dengan selisih yang relatif kecil, maka ΔM dapat diratakan sebanding dengan kekakuan masing-masing batang dengan menggunakan persamaan :
M54 = m54 ±  ........................................   (2.26)

2.3         Ketentuan Untuk Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah
Ketentuan untuk sistem rangka pemikul momen menengah (SRPMM) berdasarkan SNI 03-2847-2013, sebagai berikut:
1.             Ketentuan pada pasal ini berlaku untuk sistem rangka pemikul momen menengah.
2.             Detail penulangan komponen SRPMM harus memenuhi ketentuan-ketentuan 23.10(4), bila beban aksial tekan terfaktor pada komponen struktur tidak melebihi (Ag fc'   10). Bila beban aksial tekan terfaktor pada komponen struktur melebihi (Ag fc' 10), maka 23.10 (5) harus dipenuhi kecuali bila dipasang tulangan spiral sesuai persamaan 27. Bila konstruksi pelat dua arah tanpa balok digunakan sebagai bagian dari sistem rangka pemikul beban lateral, maka detail penulangannya harus memenuhi 23.10(6).
3.             Kuat geser rencana balok, kolom, dan konstruksi pelat dua arah yang memikul beban gempa tidak boleh kurang daripada:
a.       Jumlah gaya lintang yang timbul akibat termobilisasinya kuat lentur nominal komponen struktur pada setiap ujung bentang bersihnya dan gaya lintang akibat beban gravitasi terfaktor (lihat Gambar 47), atau
b.      Gaya lintang maksimum yang diperoleh dari kombinasi beban rencana termasuk pengaruh beban gempa, E, dimana nilai E diambil sebesar dua kali nilai yang ditentukan dalam peraturan perencanaan tahap gempa.
Gambar 2.9 : Gaya lintang rencana untuk SRPMM
Sumuber : SNI 03-2847-2013

2.4         Perencanaan Struktur
2.4.1   Perencanaan Balok
i.          Balok persegi
Perencanaan balok meliputi dimensi penampang balok, perhitungan penulangan balok, baik akibat beban lentur dan aksial maupun geser/torsi. Perhitungan kontruksi memakai peraturan SNI 03-2847-2013 (Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung). Peraturan SNI 03-2847-2013 mengatakan bahwa regangan maksimum terjadi pada penampang ketika tulangan tepat mencapai regangan yang berhubungan dengan tegangan leleh yang ditentukan oleh fy pada saat yang bersamaan dengan bagian beton yang tertekan mencapai regangan batas asumsi sebesar 0,003. Tegangan pada tulangan yang nilainya lebih kecil daripada kekuatan leleh fy harus diambil sebesar Es dikalikan regangan baja. Untuk regangan yang nilainya lebih besar dari regangan leleh yang berhubungan dengan fy, tegangan pada tulangan harus diambil sama dengan fy.
Gambar 2.10 : Distribusi tegangan balok persegi
Sumber : SK.SNI T-05-1991

ii.        Balok T
Menurut Jack C. McCormac (2003), sistem lantai beton bertulang biasanya terdiri dari plat dan balok yang dihubungkan secara monolik. Kedua bagian struktur ini bekerja bersama-sama dalam menahan bebab.
Ada dua jenis balok T yang digunakan, yaitu :
a.       Bila garis netral lebih kecil dari atau sama dengan tebal t, balok dapat dianalisa sebagai balok biasa dengan lebar balok sama dengan lebar flens efektif (be)
b.      Bila letak garis netral jauh dari badan, maka analisa harus dilakukan dengan memperhatikan daerah tekan bentuk penampang T.
T murni (a > t)
Bila sumbu netra jauh di luar flens (sayap) dari balok, analisa harus dilakukan dengan memperhatikan daerah tekan bentuk penampang T. Seperti terlihat pada gambar berikut :
Gambar 2.11 : Tegangan dan regangan balok T murni
Sumber : PBBI 1971
Dimana jarak garis netral x lebih besar dari t/β1, permukaan dengan tegangan merata sebesar 0,8 f’c berbentuk T. Dengan demikian adalah diinginkan untuk berbagi gaya tekan total C atas duan gaya C1 dan C2. Gaya C1 akibat dari tegangan pada daerah seluas A1 dan C2 pada daerah A2. Dengan momen untuk gaya C2 adalah d-t/2 akan tetapi kurang dari itu untuk gaya C1.
Sehingga :
Mn =  .........................................   (2.27)
Dimana :
C1 =0,85 f’c . bu . a ..........................................................   (2.28)
C2 = 0.85 f’c (bE – bW)t .....................................................   (2.29)
Dan
a =  ...............................................................   (2.30)

Keterangan :
a    = Rasio kekuatan lentur penampang
bW = Lebar badan
d   = Jarak dari serat tekan terluar
f’c  = Kuat tekan beton yang disyaratkan
Mn = kuat momen nominal

T palsu (a < hf)
Bila sumbu netral lebih kecil atau sama dengan tebal plat maka balok dianggap sebagai balok persegi maka perhitungan dianggap balok biasa (penampang segi empat). Rumus yang digunakan untuk momen tumpuan dari balok yang ditinjau adalah :
Gambar 2.12 : Regangan dan tegangan balok T palsu
Sumber : PBBI 1971

As  untuk x ................   (2.31)
Yang diperoleh dengan jalan penyamaan C dengan T, dimana:
C = 0,85 f’c . bc . a.............................................................   (2.32)
T = As . fy .........................................................................   (2.33)
Keterangan :
a    = Rasio kekuatan lentur penampang
bw  = Lebar badan
d   = Jarak dari serat tekan terluar
f’c  = Kuat tekan beton yang disyaratkan
Mn = kuat momen nominal
t    = Tebal sayap

2.4.2   Perencanaan Tulangan Lentur
Rumus kuat momen yang digunakan Mn (momen nominal) adalah :
Φ . Mn ≥ Mu .......................................................................................   (2.34)
Berdasarkan SNI 03-2847-2013) pasal 12.5 luas bidang tarik pada penampang balok tidak boleh kurang dari :
As min =  .............................................................................   (2.35)
Dan tidak lebih kecil dari :
As min = ................................................................................   (2.36)
Rasio tulangan dapat ditrntukan dengan persamaan sebagai berikut :
ρ = ................................................................................................   (2.37)
..............................................................   (2.38)
 .................................................................................   (2.39)
Rn  = .....................................................................................   (2.40)
...................................................................   (2.41)
As hitung = ...........................................................................   (2.42)
Apakai = .............................................................................   (2.43)
....................................................................................   (2.44)
d  = h – selimut beton – Øsengkang - ½ Ød .............................................   (2.45)
Untuk mengecek jarak tulangan digunakan persamaan berikut :
.....................................   (2.46)
Keterangan :
Mn     = Momen nominal
Mu     = Momen ultimit (tm)
As hitung = Luas tulangan minimum (cm2)
bw      = Lebar badan (cm)
d       = Jarak dari serat tekan terluar (cm)
fc      = Kuat tekan beton yang disyaratkan (Mpa)
fy       = Kuat leleh tulangan (Mpa)
n        = Jumlah tulangan
Ø       = Diameter tulangan (mm)

2.4.3   Perencanaan Tulangan Geser
Gaya geser rencana Vc, untuk menentukan kebutuhan tulangan (SNI 03-1726-2012) harus ditentukan dari momen max, Mpr. Momen max ini ditentukan berdasarkan rentang beban aksial terfaktor yang mungkin terjadi dengan φ = 1,0 Mpr sama dengan momen balance Mb dari diagram interaksi kolom yang bersangkutan namun pakai fs = 1,25 fy.
Gaya geser rencana dapat dihitung dengan persamaan pasal 23.4(5(1)) untuk menentukan kebutuhan tulangan geser.
Ve = (2 x Mpr) / hlo........................................................................................   (2.47)
Dimana :
Ve   = Gaya geser rencana yang ditentukan Pasal 23.3 (4(1)) dan Pasal 23.4 (SNI 03-1726-2012) (N)
Mpr  = Kuat momen lentur dari komponen struktur, dengan atau tanpa beban aksial dan kuat tarik pada tulangan longitudinal dianggap sebesar minimum 1,25 fy dan faktor reduksi kekuatan φ = 1 (Nmm)

Dengan anggapan momen lentur di atas dan di bawah kolom penyangga lantai sama, maka gaya geser didesain berdasarkan persamaan :
Vu = .........................................................................................   (2.48)
Dimana :
Vu  = gaya geser terfaktor pada penampang (hasil analisa struktur) (N)
Jika Pu kolom > Ag . fc/20 maka Vc diambil persamaan sesuai pasal 13.3(1(2))
Vc  = .....................................................................   (2.49)
Dimana :
Vc  = Kuat geser nominal yang disambungkan oleh beton (N)
Ag  = Luas penampang beton (mm2)
Berdasarkan Av dan s terpasang untuk beban geser yang sanggup ditahan struktur, dengan menggunakan persamaan berikut :
Vs  = ..............................................................................................   (2.50)
Maka :
φ (Vs + Vc) ..................................................................................................   (2.51)
Syarat :
φ (Vs + Vc) > Vu  (OK) ................................................................................   (2.52)

 


BAB III
METODOLOGI PERENCANAAN

3.1         Langkah Perencanaann Balok Portal
Bagan alir (flowchar) adalah bagan (chart) yg menunjukkan alir (flow) di dalam program atau proseddur sistem secara logika. Untuk bagan alir dari perencanaan balok portal dapat dilihat langsung pada lampiran halaman 28.

3.2         Perencanaan Awal
1.      Data bangunan
Gedung yang direncanakan merupakan gedung Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Lhokseumawe berlantai tiga dengan tinggi kolom pada lantai I = 4 m, lantai II = 4 m, lantai III = 4 m dan tinggi gedung 12 m. Panjang bangunan 34,8 m dan lebar bangunan 17,4 m.
2.        Pendimensian Awal
Dimensi untuk balok akan dibuat berbentuk segiempat (rectangular).
3.      Mutu bahan
Material yang digunakan adalah beton (concrete). Data material yang digunakan meliputi :
a.       Mutu beton (f’c) = 24,0 Mpa
b.      Mutu baja (fy) = 320 Mpa
c.       Mutu baja sengkang fys = 240 Mpa
d.      Berdasarkan SNI 03-2847-2013, untuk modulus elastisitas beton normal (Ec) diambil sebesar 4700  = 4700  = 23025,20 Mpa

3.3         Perhitungan Pembebanan
Beban yang ditinjau dalam perencanaan gedung ini meliputi beban vertikal dan beban horizontal. Sistem perhitungan dilakukan berdasarkan SNI 03-1727-2013.

1.      Beban vertikal
Beban vertikal yang diterima portal adalah beban mati, beban hidup dan beban terpusat (beban atap). Beban mati yang diterima portal meliputi beban balok, beban dinding, beban lantai, beban atap dan beban tangga. Sedangkan beban hidup mencakup beban lantai dan beban tangga.
2.      Beban gempa
Perhitungan beban gempa berdasarkan SNI 03-1726-2012 dilakukan dengan statistik equivalen. Perhitungan sesuai dengan yang telah dibahas pada sub bab beban gempa.
3.      Kombinasi pembebanan
Kombinasi pembebanan digunakan dalam perencanaan ini didasarkan pada SNI 03-2847-2002. Seperti pada bab II halaman 9.

3.4         Perhitungan Gaya-gaya Dalam
Perhitungan gaya-gaya dalam menggunakan metode takabeya. Adapun langkah-langkah perhitungan takabeya, yaitu :
1.      Perhitungan angka kekakuan
2.      Momen primer
3.      Perhitungan nila ρ, γ dan m(0)
4.      Perhitungan momen desain
5.      Perhitungan freebody batang
6.      Gambar bidang momen

3.5         Perhitungan Tulangan
Perhitungan tulangan dilakukan secara manual yang didasarkan pada SNI 03-2847-2013. Reduksi kekuatan yang digunakan untuk lentur 0,65 dan untuk geser 0,75.
Perhitungan meliputi:
1.     Luas tulangan pokok lapangan dan tumpuan
2.      Pengecekan luas tulangan maksimum yang diizinkan
3.      Jarak tulangan pokok
4.      Luas tulangan sengkang
5.      Jarak tulangan sengkang

BAB IV   PEMBAHASAN MASALAH
Dalam pembahasan ini penulis akan merencanakan balok portal yang mengacu pada persyaratan minimum komponen lentur struktur beton bertulang berdasarkan Sistem rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) yang memenuhi Standar Nasional Indonesia yaitu SNI 03-2847-2013 dan SNI 03-1726-2002. Akan disajikan hasil perhitungan yang telah direncanakan yang sesuai dengan tujuan penulis proyek akhir yaitu merencanakan balok portal Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) untuk wilayah gempa 3 yang memenuhi prinsip-prinsip perencanaan struktur bangunan yang tahan resiko gempa menengah.

BAB V   KESIMPULAN SARAN
Dalam bab ini penulis akan menyampaikan beberapa kesimpulan dan saran yang telah dikutip selama proses penyelesaian proyek akhir ini.

No comments:

Proposal Pembangunan Laboratorium SMP yang Benar

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Guna mendukung tercapainya Standar Pendidikan Nasional serta terwujudnya Program Wajar ...