PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI
INDONESIA
Masa
kerajaan islam, merupakan salah satu dari periodesasi perjalanan Sejarah
Pendididkan Islam di Indonesia, sebab sebagaimana lahirnya kerajaan Islam yang
disertai dengan berbagai kebijakan dari penguasanya saat itu, sangat mewarnai
Sejarah Islam di Indonesia, terlebih-lebih agama Islam juga pernah dijadikan
sebagai agama resmi negara/kerajaan pada saat itu.Karena itulah, bila kita
berbicara tentang perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia, tentu saja
kita tidak bisa mengenyampingkan bagaimana keadaan Islam itu sendiri pada masa
kerajaan Islam.Berikut ini akan dikemukakan beberapa kerajaan Islam di
Indonesia, serta bagaimana peranya dalam pendidikan Islam dan dakwah islamiyah
tentunya. Kemudian pada masa penjajahan pendidikan islam mendapatkan perhatian
khusus dari kolonial belanda dan jepang. Mereka beusaha untuk melumpuhkan Islam
pada masa saat itu dengan membuat kebijakan yang membatasi proses
berlangsungnya pendidikan Islam di Indonesia. Dan yang terakhir pada masa
kemerdekaan.
Setelah
merdeka pendidikan Islam di Indonesia mendapatkan kedudukan dalam menjalankan
proses pendidiakan nasional. Pada saat itulah pendidikan Islam mulai mendapat
sorotan. Hingga munculah lembaga-lembaga pendidikan Islam dari zaman kerajaaan
Islam hingga kemerdekaan. Seperti, pesantren, madrasah, perguruan tinggi Islam
Negeri, Instititut Islam Agama Negeri.
Pendidikan
Zaman Kerajaan Islam
Berdasarkan
kunjungan Ibn Batutah pada tahun 1354, Samudera Pasai merupakan tempat studi
islam paling tua. Rajanya selalu mengadakan halaqah setelah
shalat jum’at sampai waktu ashar. Didalam halaqah tersebut para
ulama berdiskusi tentang masalah keagamaan dan keduniawian sekaligus yang mana
biasa dilakukan di istana bagi anak-anak raja, di mesjid-masjid, di rumah-rumah
guru, dan surau-surau untuk masyarakat umum. Dari sinilah awal mula
terbentuknya lembaga pendidikan islam.
Pendidikan
agama islam di kerajaan samudera pasai semakin berkembang pesat. samudera pasai
terus berfungsi sebagai pusat studi islam di asia tenggara. Selain di samudera
pasai, Kerajaan Malaka dan Kerajaan Aceh juga menjadi salah satu pusat studi
islam pada saat itu.
Sistem
pengajaran bagi setiap muslim sama seperti negara-negara muslim yang lain,
yaitu dengan pengajian Al-qur’an dengan mempelajari tajwid, juz ‘Amma untuk
tahap pemula. Untuk tahap selanjutnya merek membahas tentang
persoalan fiqih dan tasawuf. Selain kegiatan diatas para ulama juga mengajarkan
kepada murid-muridnya menerjemahkan bahasa Arab ke dalam bahasa Melayu.
Pendidikan
islam terus berkembang setelah para ulama mengarang buku-buku pelajaran
keislaman menggunakan bahasa melayu. Ulama yang berperan antara lain, Hamzah
Fansuri, Nuruddin Al-Raniri, Abd. Rauf singkel dan masih banyak ulama lainnya.
Seiring
dengan berkembangnya zaman, setiap daerah mempunyai istilah untuk lembaga
pendidikannya. Di Jawa lembaga pendidikan islam disebut pesantren,
di Aceh dikenal dengan sebutandayah atau rangkang, di
Minang Kabau disebut dengan surau. Di Kalimantan dikenal
dengan langgar
Di
jawa sebelum islam datang, pesantren sudah dikenal sebagai lembaga pendidikan
agama Hindu. Namun, setelah islam masuk nama itu menjadi lembaga pendidikan
islam yang didirikan oleh para penyiar agama islam.dari lembaga inilah islam
menyebar keberbagai pelosok Jawa dan wilayah Indonesia Bagian Timur. Contoh
pesantren yang didirikan pada saat itu adalah, Pesantren Giri yang didirika
oleh Sunan Giri pada tahun 1485 dan Pesantren Gresik yang didirikan oleh
Maulana Malik Ibrahim merupakan pesantren pertama di Jawa., pesantren Gunung Jati
Cirebon.
Semua
ilmu pendidikan islam di Nusantara ditulis dengan huruf Arab Melayu. Metode
pengajaran di lembaga-lembaga pendidikan islam itu adalah sorogan dan bandungan.
Sorogan adalah sistem pengajaran yang bersifat individual, biasanya bagi muri
pemula. Sedangkan metode bandungan adalah sekelompok santri
yang mendengarkan seorang guru membaca, menerjemahkan, mengulas buku-buku islam
dalam bahasa Arab yang disebut “kitab kuning” dengan cepat.
Pendidikan
Islam Pada Zaman Penjajahan
a. Pendidikan Zaman Belanda
Penaklukan bangsa barat atas Indonesia/Nusantara
dimulai dalam bidang perdagangan, dengan kekuatan militer. Kedatangan mereka
memang membawa kemajuan dibidang teknologi, tetapi tujuan sebenarnya adalah
untuk meningkatkan hasil jajahan. Tidak ada hal baru yang mereka ajarkan untuk
perkembangan pendidikan, akan tetapi westernisasi dan kristenisasi yang
mereka kenalkan.
Awal
mulanya, Belanda (tahun 1610) membiarkan saja pendidikan islam di Nusantara.
Akan tetapi, lambat laun mereka mengubah pendidikan islam sedikit demi sedikit.
Belanda mulai berusaha melumpuhkan pengaruh islam, dimulai dari daerah yang
dikuasai di Yogya dan Surakarta. Yang kemudian mendapat perlawanan dari
masyarakat dan alim ulama Diponegoro. Akan tetapi mereka dapat ditaklukkan.
kemudian belanda berusaha menaklukkan organisasi-organisasi islam, zakat,wakaf,
iuran untuk biaya pendidikan dihapuskan. Belanda juga orang yang tidak tahu
soal agama menjadi tuan kadi, dan menjadi anggota Mahkamah Tinggi. Karena
usaha-usaha inilah, pendidikan islam lama kelamaan menjadi mundur dan maki
terdesak oleh pendidikan barat.
Di
jakarta, ketika Van den bosch menjadi gubernur jenderal di jakarta tahun 1831,
ia mengeluarkan kebijakan bahwa sekolah gereja diperlukan sebagai sekolah
pemerintah belanda. Departemen pendidikan menjadi satu. Disetiap daerah
didirika satu sekolah agama kristen. Pada tahun 1819 Van den Capellen merencanakan
berdidinya sekolah dasar untuk penduduk pribumi agar dapat membantu pemerintah
belanda. Akan tetapi dia menganggap bahwa pendidikan islam tidak membantu
pemerintah belanda. Belanda ingin mendirikan sekolah-sekolah dasar untuk
menyaingi pesantren, madrasah,pengajian, dan lembaga-lembaga pendidikan islam
lainnya.
Pada
tahun 1900 Masehi kemunduran pendidikan di Nusantara mencapai puncaknya. Tahun
1925, belanda mengeluarkan peraturan lebih ketat, bahwa tidak semua kyai boeh
mengajar pengajian. Peraturan ini muncul karena tumbuhnya organisasi pendidikan
pada saat itu, seperti Muhammadiyah, Syarikat Islam, Al-irsyad, Nahdhatul Wathan,
dan lain-lain.masih banyak lagi kebijakan-kebijakan pemerintah Belanda terhadap
bangsa pribumi khususnya muslim pribumi.
Jika
kita melihat peraturan-peratura belanda ini, seolah-olahpendidikan islam akan
lumpuh. Akan tetapi apa yang kita saksikan sebaliknya. Pada tahun 1901 belanda
melakukan politik etis, yaitu mendirikan pendidikan rakyat sampai ke desa yang
memberikan hak-hak pendidikan bagi pribumi dengan tujuan mempersiapkan
pegawai-pegawai yang bekerja untuk Belanda. Belanda tidak mengakui
lulusan-lulusan pendidikan tradisional. Di luar dugaan dengan didirikan sekolah
rakyat orang pribumi dapat mengenal sistem oendidikan modern yang kemudian
mereka terapkan untuk mengadakan pembaharuan dibidang agama dan pendidikan.
Maka lahirlah gerakan pembaharuan pendidikan islam.
b. Pendidikan Zaman Jepang
Jepang
menjajah Indonesia setelah mengalahkan Belanda dalam perang Dunia II pada tahun
1942dengan semboyan Asia Timur Raya atau Asia Untuk Asia.
Pada
masa awalnya pemerintah Jepang seakan-akan membela kepentingan islam sebagai
siasat untukmemenangkan perang. Untuk menarik dukungan rakyat Indonesia,
pemerintah membolehkan didirikannya sekolah-sekolah agama dan
oesantren-pesantren yang terbebas dari pengawasan Jepang. Kebijakannya sebgai
berikut:
1. Kantor urusan agama pada masa belanda disebut
kantor Voor islamistische Saken diubah menjadi Sumubu yang
dipimpin oleh ulama islam itu sendiri, yaitu K.H. hasyim Asy’ari dari Jombang
dan didaerah-daerah disebut Sumuka.
2. Pondok pesantren mendapat bantuan dari pembesar Jepang
3. Sekolah-sekolah Negeri diberi pelajaran budi
pekerti/agama
4. Membentuk berisan Hizbullah yang memberi latihan dasar
kemiliteran pemuda islam
5. Jepang mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam
6. Ulama islam bekerja sama dengan pemimpin nasionalis
membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA)
7. Umat islam mendirikan Majlis Syuro Muslim Indonesia
(Masyumi)
Maksudnya
dari pemerintah Jepang agar kekuatan umat islam dan nasionalis bisa diarahkan
untuk kepentingan memenangkan perang yang dipimpin oleh Jepang.
Dalam
bidang pendidikan, guru-guru mengikuti pelatihan yang diadakan oleh jepang
untuk mendoktrinisasi dalam kemakmuran bersama. Yang mana para guru diambil
dari tiap-tiap kabupaten. Bahasa Indonesia juga dijadikan sebagai bahasa
pengantar semua sekolah dan menjadi mata pelajaran utama. Pihak Jepang juga
mewajibkan para murid untuk mempelajari adat istiadat Jepang. mereka
juga diharuskan melakukan kerja bakti sepertimengumpulkan
bahan-bahan untuk perang, menanam bahan makanan, membersihkan asrama, memperbaiki
jalan dan lain-lain
Demikianlah
sekolah-sekolah pada masa jepang mengalami kemunduran dibandingkan dengan masa
Belanda. Namun,masalah yang paling penting pada sekolah-sekolah
itu adalah nasionalisasi, bahsa pengantar, serta pembentukan
kader-kader muda untuk tugas berat dimasa mendatang.
c. Pendidikan Zaman Kemerdekaan
Setelah
merdeka, pendidikan islam mulai mendapat kedudukan yang sangat penting dalam
sistem pendidikan nasional. Selain itu pendidikan agama disekolah juga mendapat
tempat yang teratur, seksama dan penuh perhatian. Pendidikan islam setahap demi
setahap dimajukan. Upaya ini merupakan usaha untuk menata diri ditengah-tengah
realitas sosial modern dan kompleks.
Sekolah
agama termasuk madrasah, ditetapkan sebagai model dan sumber pendidikan
nasional yang berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. pendidikan islam terus
ditingkatkan. Tuntutan untuk mendirikan Perguruan Tinggi juga meningkat.
Komersialisasi
Pendidikan Islam di Indonesia
Pendidikan
merupakan hal mendasar yang harus diperoleh oleh semua warga negara. Setiap
warga berhak mendapatkan pendidikan yang layak, tanpa melihat status sosial warga tersebut. Hal
ini diatur dalam konstitusi Negara Republik Indonesia, yaitu dalam UUD 1945
pasal 31 ayat 1. Namun idealitas ini sangat berbanding terbalik dengan
kenyataan yang ada dalam masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah akibat
meruaknya praktik komersialisasi pendidikan yang menyebabkan idealitas hanya
sebatas impian belaka.
Dewasa
ini pendidikan semacam diperjualbelikan oleh sebagian oknum yang memegang
kendali atas pendidikan dan lembaga pendidikan. Dengan embel-embel
"pendidikan yang bermutu itu harus mahal" mereka berlomba mendapat
keuntungansebesar-besarnya. Komersialisasi ini pun telah berdampak pada
tingginya biaya pendidikan. Secara gamblang, masyarakat “disuguhi sesuatu” yang
(seolah-olah) mengamini kondisi tersebut. Contoh sederhana dapat dilihat ketika
memasuki tahun ajaran baru. Tak terbayangkan betapa banyaknya orang tua yang
mengeluh akibat buku pelajaran yang digunakan tahun ajaran sebelumnya tidak
lagi dapat digunakan di tahun ajaran berikutnya.
Kondisi
ini tentu sangat memberatkan masyarakat yang sebagian besar masih hidup di
bawah garis kemiskinan. Siswa dipaksa menggunakan buku pelajaran baru sebagai
pengganti buku lama yang konon “tidak layak” dipakai acuan lagi, dengan harga
yang relatif tinggi. Padahal jika dicermati, materi atau pokok bahasan di
dalamnya sama persis, tanpa ada “ilmu” baru yang dicantumkan. Permasalahan
dunia pendidikan tentunya tidak hanya sebatas buku-buku pelajaran saja. Masih
banyak pula bentuk-bentuk komersialisasi tak jelas, seperti pungutan-pungutan
“sukarela”, namun dengan jumlah minimal yang telah ditentukan masing-masing
lembaga pendidikan.
Di
sisi lain, pengelolaan dunia pendidikan islam kita juga masih menggunakan
konsep liberal. Artinya, konsep dunia pendidikan ini lebih mengutamakan
kompetisi daripada persamaan hak untuk memperoleh pendidikan. Jika tetap
mengedepankan pola ini, bagaimana nasib siswa yang berasal dari keluarga tidak
mampu? Begitu mudahkah sistem merampas hak-hak mereka?
kalau kita kaji akar masalah terjadinya komersialisasi dalam pendidikan islam khususnya di Indonesia hal ini merupakan rangkaian dari suatu system besar, baik ideologi, politik, ekonomi, maupun budaya yang melilit masyarakat kita. Diantara akar masalah itu adalah:
kalau kita kaji akar masalah terjadinya komersialisasi dalam pendidikan islam khususnya di Indonesia hal ini merupakan rangkaian dari suatu system besar, baik ideologi, politik, ekonomi, maupun budaya yang melilit masyarakat kita. Diantara akar masalah itu adalah:
·
Secara
ideologi makin kuatnya cengkeraman ideologi kapitalisme yang melanda Indonesia.
Hal ini sebagai hasil dari masuknya investasi asing yang secara resmi dibuka
sejak tahun 1967 dengan dikeluarkannya Undang – Undang tentang Investasi Asing.
·
Secara
politis penguasa Orde Baru bermaksud ingin menghapus kesan bahwa
sekolah itu mahal, tapi secara ekonomis tidak memberikan topanangan dana yang
cukup, sehingga sekolah dapat berkembang secara leluasa tanpa mengalami
hambatan dana. Akibatnya, sekolah dibiarkan untuk mengambil inisiatif menggali
daftar ulangbagi murid lama. Hal ini menunjukkan sikap pemerintah bersikap
ambivalen terhadap praktik - praktik penyelewengan pendidikan itu. Hal ini di
tambah lagi dengan para pengelola sekolah idak mampu dalam menajerianya.
·
Secara
budaya, bersamaan dengan makin kuatnya cengkeraman ideology
kapitalis,di masyarakat mulai muncul nilai-nilai baru tentang keberhasilan,
budaya meterialis mulai menguasai masyarakat,sehingga ukuran keberhasilan
seseorang pun dilihat secara materialistis.
No comments:
Post a Comment